"Pemuda kemana langkahmu tertuju
Apa yang membuat engkau ragu
Tujuan sejati menunggumu sudah
Tetaplah pada pendirian semula
Dimana artinya berjuang, tanpa sesuatu pengorbanan
Dimana arti rasa satu itu...
Bersatulah semua, seperti dahulu
Lihatlah ke muka, keinginan luhur kan terjangkau semua..."
Itu adalah penggalan lagu Pemuda. Sepertinya ketika diputar di Hari Kebangkitan Nasional sangat cocok. Yah ... memang... 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional. Terbayang bagaimana ketika itu Dr Soetomo, Suwardi Suryaningrat, Dr Cipto Mangunkusumo, dari Sekolah kedokteran menghimpun kekuatan untuk melawan kolonial secara organisatoris.
Sebelumnya perlawanan bangsa Indonesia bersifat kedaerahan seperti yang telah dilaksanakan putra bangsa sebelumnya seperti Diponegoro, Cut Nyak Dien, P. Antasari, dan lain-lainnya yang telah menjadi bunga bangsa telah menyuburkan bumi Indonesia.
Mahasiswa kedokteran yang didahului oleh Dr Soetomo mengubah strategi perlawanan dengan kolonial melalui cara organisasi yang terbentuk dengan nama Budi Utomo, yang kebanyakan anggotanya dari mahasiswa kedokteran
Menarik juga justru ide munculnya dari mahasiswa kedokteran Jawa. Arti kata Budi Utomo itu pun berawal dari kata budi ingkang utami, artinya budi pekerti yang paling baik.
Rupanya Kecintaan pada tanah air, telah membuat para mahasiswa yang pada waktu itu sedang studi harus bergerak untuk tanah airnya Indonesia. Meskipun, sebetulnya posisinya sulit karena mereka bersekolah pada lingkungan pemerintah Belanda, namun mereka tidak larut dalam kehidupan orang-orang Belanda saja. Justru dengan jalur pendidikan itu bisa memisahkan antara studinya dan saluran rasa nasionalisme mereka.
Bisa dilihat juga ketika mereka justru memilih kata"Budi Ingkang Utami" yang ditonjolkan dari awal pendirian organisasi ini. Menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap budaya Indonesia yang adiluhung tanpa tertinggal oleh pendidikan tingginya sebagai mahasiswa kedokteran, atau sekolah dokter.
Sangat menarik juga disimak. Bila dibandingkan dengan kini, mungkin yang bergerak dibidang ini mahasiswa SosPol karena sesuai dengan kuliah yang dipelajarinya. Namun mahasiswa kedokteran ini telah memulai dobrakan lintas ilmu sejak waktu itu.
Hal itu membuktikan bahwa keinginan yang amat sangat untuk bebas dari penjajahan dan memajukan bangsanya sedemikian kuatnya.
Mereka tidak tahan melihat negaranya yang kaya dinikmati bangsa lain sementara belahan rakyat miskin secara struktural.
Kekinian
Kini kemerdekaan kita sudah puluhan tahun. Nasionalisme bangsa bermacam-macam saling diwujudkan oleh para pemuda Indonesia. Namun di sana-sini banyak gangguan-gangguan peristiwa yang sifatnya menodai bangsa seperti narkoba, kriminalitas, dan lain-lain yang membuat perkembangan sejarah bangsa ini ternodai olehnya.
Namun disisi lain, bila melihat semangat anak-anak muda yang bergerak dibidang sosial, juga tinggi. Melihat relawan-relawan yang sampai ke pelosok tanah air, gegap gempitanya rumah pandai di daerah- daearah pengungsian, Indonesia mengajar, semua itu menyegarkan isu miring bangsa yang membuat miris.
Kita patut prihatin dengan semua isu miring bangsa ini. Kita juga harus berusaha untuk membuat ide nasionalisme kekinian seperti yang dilakukan Dr. Soetomo dan kawan-kawan. Jangan menjadi pecah dan jangan pula mengendur.
Dan seperti mengulang peristiwa sejarah Budi Utomo yang dikenal dengan Kebangkitan pergerakan itu, juga diteruskan dengan organisasi pergerakan lainnya hingga pergerakan sampai pada kemerdekaan. Tentunya aral dan rintangan juga muncul dan mereke juga mengatasinya
Begitu juga dalam menyikapi fenomena sekarang ini. Setiap hari, hadirkan selalu ide - ide yang terus menerus yang menjadikan bangsa ini bersinar cerah. Fokus kearah pengembangan bangsa seperti itu akan membuat diri juga mempunyai nilai jual yang tinggi pada pemilik ide dan kemajuan bagi bangsa
Tetap optimis memperbaharui cita-cita bangsa. Seperti kata Hatta, sang Proklamator, yang mengatakan dimanapun beliau berpijak, disitu adalah bumi Indonesia. Beliau selalu menyambut gembira bertemu dengan tanah airnya. Dan akan selalu ada cita- cita untuk bangsa tercinta.
Konteks itu melukiskan keadaan Hatta yang sering dibuang oleh pemerintah kolonial yang berusaha menghambat kegigihan dan kejeniusannya. Namun bara Hatta dihati sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi, sekali layar terkembang pantang surut ke belakang bersama bangsa untuk maju bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H