Mohon tunggu...
Novi Saptina
Novi Saptina Mohon Tunggu... Guru - Guru berprestasi di bidang bahasa dan menaruh perhatian pada kajian sosial dan budaya

Penulis adalah guru. Dalam bidang seni, dia juga menulis skenario drama musikal dan anggota paduan suara. Penulis juga sebagai pengurus lingkungan sekolah. Pada jurnalistik, penulis adalah alumni Akademi Pers dan Wartawan dan turut berpartisipasi sebagai kolumnis koran hingga saat ini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siaga Banjir dan Kesatuan Ke-Indonesiaan

3 Desember 2012   22:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:14 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir memang menjadi permasalahan kota. Banjir itu bisa datang dari banjir kirimman bias pula dating karena permasalahan kota itu sendiri.

Banjir yang datang dari permasalahan kota adalah banjir yang dikarenakan pengelolaan kota yang salah dan perlu dibenahi. Banjir kiriman adalah permasalahan banjir yang datangnya dari permasalahan muara sungai, biasanya dikarenakan karena keterlambatan pengerukan sungai dan cepatnya pendangkalan sungai. Entah itu karena sampah,longsor dan sebagainya.

Namun semua itu secara umum banjir adalah akumulasi dari permasalahan tersebut yang berkumpul  menjadi satu dan semua itu perlu tindakan untuk mengatasi datangnya banjir seiring dengan datangnya musim penghujan.

Budaya sungai dan contoh dari Belanda

Bagi seluruh kota, kerja bakti warga membersihkan lingkungan dan mengeruk parit-parit sudah harus menjadi acara wajib pada setiap pemukiman dan kampong.Program Gubernur DKI  yang baru Joko Widodo perlu didukung untuk menghidupkan pemanfaatan sungai seperti pengerukan sungai-sungai yang dangkal pelebaran sungai dan cara hidup masyarakat bantaran sungai yang harus diubah polanya. Serta memfungsikan kembali sungai menjadi tempat alur transportasi sehingga terpelihara keberadaan sungainya .Dengan begitu  aliran penampungan air bisa dijangkau dengan sangat memadai. Selanjutnya Jokowi juga menggerakkan kembali kepada pribadi asal yaitu kerja bakti yang dikembalikan menjadi budaya dan jati diri bangsa.

Ketika Belanda meletakkan kehidupannya di Batavia, mereka memanfatkan sungai sebagai daerah aliran yang menampung pengaliran air kiriman dari Bogor dan datangnya curah hujan yang tinggi hingga mampu tertampung dalam aliran-aliran sungai yang membelah kota. Daerah sungai benar-benar difungsikan untuk tata kota sebagai alat transportasi sehingga terjaga keberadaannya berkat fungsi tersebut. Sungai ditata indah bisa dinikmati dan difungsikan.

Seiring dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, jumlah penduduk bertambah banyak, namun budaya sungai dan kehidupannya terlupakan. Penghuni bantaran sungai bukan penghuni yang mempunyai pengetahuan budaya sungai,namun penghuninya  adalah mereka yang awan sama sekali dalam menjaga keberadaan budaya sungai. Sehingga sungai-sungai tidak lagi indah dan tertata seperti dulu dan dilupakan oleh penggagas kota. Baru kesadaran datang sudah banyak keterlambatan kehidupan sungai yang miris.

Maka Jokowi ingin mengembalikan keberadaan budaya sungai ini untuk kelestarian kehidupan sungai dan manusia,terutama untuk menampung aliran debit air yang tinggi serta curah hujan. Tidak ada kata terlambat untuk memulai kembali Budaya bangsa yang adiluhung menjaga sungai dengan segala kehidupannya dengan kerja keras pantang lelah.

Ketika kehidupan tiba panas dan hujan adalah anugerah Manusia hanya diwajibkan menjaga dengan arif, saling berwasiat tentang bumi, alam, termasuk sungai titipan dari yang Maha Kuasa yang harus dijaga dan di budidayaan dipelihara keberadaannya

Mari kembali kepada budaya bangsa kerja bakti yang sudah ada sejak dahulu,sebuah kearifan local yang meringankan pekerjaan berat untuk membangun kejayaan sungai

Yang terakhir, segala amal bakti untuk kemasyarakatan akan menimbulkan kesehatan jiwa yang akan menyembuhkan segala penyakit dan luka didada dalam kehidupan. Allah berjanji untuk membalas segala kebaikan ini berkali-kali lipat. Janjinya tidak pernah diingkarinya

(Novi Saptina)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun