Hingga saat ini aku belum menentukan pilihanku, karena aku belum memiliki kemantapan hati mengapa aku harus memilih A atau mengapa aku harus memilih B.
Aku tidak mau menjadi pemilih yang memilih salah satu dengan alasan "asal bukan yang satunya", sementara aku belum menemukan alasan mengapa aku harus memilih si A misalnya. Memang benar ucapan Nuim Khaiyath, bahwa masyarakat tengah menghadapi ujian. Memilih calon presiden sungguh merupakan ujian bagi kita rakyat Indonesia yang ingin negeri kita menjadi lebih baik. Adalah ujian bahwa kita "harus" memilih untuk keinginan itu, sementara kita tidak yakin akan pilihan yang tersedia. Sungguh rakyat Indonesia yang sedang bingung seperti saya tengah dihadapkan pada ujian.
Aku sungguh belum menemukan alasan untuk memilih salah satu di antara dua calon dan calon wakilnya itu.
Alasan kita untuk memilih sangat penting menurutku. Mengapa? Jika kita memiliki alasan yang baik mengapa kita memilih si A, kita akan memantapkan reasoning mengapa memilihnya. Kita akan memiliki sikap positif terhadap si A dan fokus kepada kebaikan-kebaikan dan potensi baik yang dimiliki si A, tanpa meletakkan fokus kepada kejelekan si B sama sekali.
Sebaliknya, jika kita tidak memiliki alasan mengapa memilih si A misalnya, menurutku kita cenderung akan menggunakan strategi "mengapa tidak memilih si B". Ini berbahaya. Strategi memilih yang seperti ini, selain akan hanya membentuk mental "asal", akan membuat kita cenderung kemudian melakukan kampanye hitam, untuk mejatuhkan yang tidak kita pilih karena alasan "asal bukan dia" itu tadi. Maka untuk mendapatkan justifikasi mengapa kita memilih A, kita akan fokus kepada si B, mencari-cari kejelekan si B, dan kemudian 'mengkampanyekannya'.
Demikianlah. Aku harus memiliki alasan mengapa memilih si A, bukan mengapa tidak memilih si B. Atau mengapa memilih si B, bukan mengapa tidak memilih si A. Itu adalah agar aku tidak terjebak dalam praktek dan sikap menjelekkan pihak lawan sang calon pilihanku.
Clayton, 5 Juni 2014, 11:24PM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H