Mohon tunggu...
Novi Purnamasari
Novi Purnamasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Assalamualaikum perkenalkan saya Novi Purnamasari, saat ini saya sedang menempuh pendidikan S1 jurusan bimbingan dan konseling islam di UIN Raden Mas Said Surakarta. Hobi saya saat ini adalah memasak dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Toxic Masculinity: Cowo Harus Tangguh?

11 Maret 2024   05:01 Diperbarui: 11 Maret 2024   08:07 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era perkembangan yang semakin pesat tentunya juga terdapat dampak buruk yang terjadi pada remaja. Apalagi saat ini banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan mental pada remaja. Terlebih akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan kasus perundingan dan pembunuhan yang diakibatkan oleh senioritas pada dunia pendidikan Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu dampak yang muncul akibat dari toxic masculinity karena bersinggungan dengan dunia laki-laki dimana laki-laki dipandang merasa selalu kuat dan tidak ingin menunjukkan kelemahannya dihadapan orang.

Istilah "Toxic Masculinity" memang sangatlah beragam pengertian bagi setiap orang yang mendengarnya. Ada yang menganggap bahwa toxic masculinity adalah hal wajar untuk kaum laki-laki karena memang sejatinya laki-laki harus kuat dalam hal apapun dimana setiap permasalahan harus dengan kekerasan dan ada yang menganggap bahwa toxic masculinity merupakan hal yang kurang wajar karena laki-laki juga manusia yang bisa menangis dan tidak semua hal harus menggunakan kekerasan.

Sebagian besar masyarakat sudah terisolir bahwa kejantanan dan maskulinitas dianggap harus dimiliki oleh laki-laki, dimana laki-laki tidak boleh menangis, tidak boleh terlihat lemah, tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Konsep seperti inilah yang telah berkembang pada masyarakat Indonesia karena masyarakat menganggap hal tersebut sudah menjadi sebuah kebudayaan dan tradisi.

Apa dampak yang bisa terjadi? Dampak yang akan ditimbulkan apabila remaja mengalami toxic masculinity yaitu bisa berdampak pada kesehatan mental remaja tersebut, karena pertumbuhan sosial masyarakat yang kurang dan pribadi yang sering memendam semual hal sendiri. Hal tersebut sangatlah berdampak buruk pada kesehatan mental remaja yang berakibat buruk pada kemampuan remaja tersebut. Karena laki-laki akan sulit mengekspresikan dirinya dan emosional yang dirasakannya, dan menganggap apa yang dilakukannya akan dinilai oleh orang lain.

Sehingga banyak laki-laki yang sering kali menyembunyikan apa yang dirasakannya kepada orang lain. Akibatnya remaja sering meluapkan emosionalnya dengan kekerasan, hal ini bisa berdampak buruk bukan hanya pada dirinya melainkan juga orang lain. Tak hanya itu stres juga bisa menimpa pada remaja yang mengalami toxic masculinity bahkan yang terberat adalah bisa mengakibatkan depresi.

Lalu bagaimana cara mencegah toxic masculinity? Cara mengatasinya yaitu dengan belajar mempercayai diri sendiri bahwa setiap orang memiliki standar maskulinitas yang berbeda-beda. Selanjutnya yaitu dengan menerima keadaan bahwa kita tidak bisa merubah sudut pandang orang lain tentang standar maskulinitas, jadi jika kita tidak bisa merubahnya setidaknya kita sudah berusaha untuk tidak mengikuti standar tersebut. Dan yang terakhir yaitu mencari teman yang bisa membuat kamu merasa diterima, karena jika kita sudah merasa kita diterima maka kita akan bisa bercerita dengan nyaman.

Sebagai generasi yang paham akan kesehatan mental hal yang bisa lakukan untuk mengurangi toxic masculinity pada remaja yaitu kita bisa memberikan pemahaman terhadap kalangan remaja dan masyarakat bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama kita tidak boleh memberi stigma terhadap laki-laki bahwa "menangis" adalah hal yang tidak diperbolehkan karena menangis adalah hal yang wajar untuk orang yang sedang merasa sedih.

Hal terpenting dari semua itu adalah peran keluarga yaitu orang tua bagaimana mereka mendidik dan mengajarkan mengenai menghargai perbedaan dan menghormati setiap individu agar terhindar dari pergaulan yang mengarah pada toxic masculinity. Dan memberikan pengarahan berupa pendalaman agama seperti mengikuti kajian, mengaji sehabis sholat dan memilih pertemanan yang memiliki kualitas agama yang baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun