Mohon tunggu...
Novi Nur Hidayah
Novi Nur Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPI angkatan 2018

Suka menulis dan warna ungu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka pada Masa Pandemi Covid-19 di SDN Cileuksa 03

26 September 2021   18:08 Diperbarui: 26 September 2021   18:13 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Program MBKM yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak lain untuk memenuhi kebutuhan pendidikan di Indonesia yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Mengingat dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, Indonesia telah melakukan pembaharuan dan perbaikan kurikulum sebanyak tiga kali.

Kegiatan Kampus Mengajar yang merupakan bagian dari program MBKM. Kampus Mengajar merupakan kegiatan dimana melibatkan mahasiswa untuk terjun langsung ke sekolah-sekolah 3T yang terdampak Covid-19 dengan terakreditasi maksimal B untuk memberikan penguatan pembelajaran literasi dan numerasi. Selain itu, mahasiswa juga ikut berpartisipasi dalam proses kegiatan belajar-mengajar, pengenalan atau adaptasi teknologi dan membantu administrasi sekolah.

Sekolah yang menjadi mitra penulis dalam melaksanakan program MBKM melalui kegiatan Kampus Mengajar adalah SDN Cileuksa 03. Sekolah ini terletak di kampung Cisusuh, desa Cileuksa, kecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor, Jawa Barat. 

SDN Cileuksa 03 sendiri memiliki fasilitas 2 gedung sekolah yang letaknya berjauhan satu sama lain karena ada di kampung yang berbeda. Setiap gedung sekolah terdiri dari 3 ruang kelas dan 1 ruang guru yang dicampur dengan ruang kepala sekolah dan perpustakaan. SDN Cileuksa juga memiliki fasilitas kamar mandi yang sudah tidak layak pakai karena pintunya yang sudah rusak dan tembok yang retak-retak. Pagar sekolah pun sangat mengkhawatirkan karena kondisinya yang rusak parah dengan tembok dan besi yang miring. Atap-atap sekolah juga banyak yang sudah rusak dan bolong.

Dalam keadaan pandemi Covid-19 saat ini, dan tidak tersentuhnya jaringan internet di lokasi sekolah, kepala sekolah memutuskan untuk mengadakan pembelajaran tatap muka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Dengan kurikulum yang difleksibilitaskan, sekolah menerapkan dua rombel dengan masing-masing waktu tatap muka selama 60 menit disatu rombelnya, yakni pukul 08.00 s.d. 09.00 untuk kelas 1, 2, 3 dan pukul 09.00 s.d. 10.00 untuk kelas 4, 5 dan 6.

Meskipun data sekolah menunjukkan bahwa jumlah peserta didik sebanyak 162 orang, namun pada kenyataannya, jumlah peserta didik yang hadir ke sekolah tidak menunjukkan jumlah tersebut. Terlebih jika musim panen dan musim hujan tiba, sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Jasuni selaku Kepala Sekolah, jumlah siswa yang hadir dapat dihitung dengan jari. Selama tiga bulan melaksanakan kegiatan Kampus Mengajar, jumlah siswa kelas 1 yang hadir antara 3 -- 7 orang. Kelas 2 antara 5 -- 8 orang. Kelas 3 antara 3 -- 5 orang. Kelas 4 antara 4 -- 6 orang. Kelas 5 antara 7 -- 15 orang dan kelas 6 antara 8 -- 10 orang. Hal tersebut membuktikan bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan di desa Cileuksa masih sangat rendah. Bahkan, setelah melakukan pendekatan kepada siswa-siswi kelas 6, hanya ada 1 -- 3 orang saja yang ingin melanjutkan ke tingkat SMP, itupun belum dapat dipastikan oleh mereka. Minimnya tingkat pendidikan anak-anak di desa Cileuksa disebabkan oleh kurangnya dukungan dari orangtua, jarak tempuh yang cukup jauh dari tempat tinggal dan keterbatasan ekonomi. Daripada melanjutkan sekolah ke tingkat SMP, mereka lebih memilih untuk ikut orangtua ke sawah atau berdagang.

Namun demikian, kegiatan Kampus Mengajar mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan peserta didik dalam memperoleh pembelajaran. Peserta didik sangat antusias dan termotivasi dalam proses belajar-mengajar dengan adanya kehadiran mahasiwa di tengah-tengah mereka. Kehadiran mahasiswa di sekolah juga mendukung peran guru sebaai tenaga pendidik, dengan pemikiran insan muda yang kekinian diperlukan bagi kemajuan sekolah bahkan sektor pendidikan di Indonesia.

Namun, terdapat beberapa kekurangan seperti kurangnya pengalaman sehingga menjadi kendala untuk melakukan proses penyesuaian sebagai tenaga pendidik mengingat mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini tidak hanya mahasiswa dari jurusan pendidikan, tetapi juga dari berbagai jurusan non-kependidikan. Selain itu, kurangnya fasilitas pendukung juga berpengaruh terhadap peran mahasiswa dalam mengoptimalkan proses belajar-mengajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun