Generasi muda Indonesia merupakan sasaran empuk industri rokok. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan jumlah perokok pemula dari tahun ke tahun. Menurut data dari Survei Kesehatan Nasional dan Riset Kesehatan Dasar tahun 1995-2013, jumlah perokok pemula usia 10-14 tahun mengalami peningkatan yang tajam. Pada tahun 1995 sebesar 8,9%; tahun 2004 sebesar 11,5%; tahun 2010 sebesar 17,5% dan tahun 2013 meningkat lagi menjadi 18%.
Padahal kita tahu bahwa di dalam rokok terdapat setidaknya 55 bahan karsinogenik yang telah dievaluasi oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) dan menjadikan rokok sebagai salah satu faktor resiko untuk banyak penyakit tidak menular. Di Indonesia sendiri, penyakit tidak menular telah menjadi penyebab utama kematian, diperkirakan pada tahun 2014 mencapai 71% penyebab kematian tersebut. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular ini sangat erat hubungannya dengan peningkatan perilaku tidak sehat seperti asupan makan yang tidak berimbang, jarang berolahraga, merokok dan konsumsi minuman berakohol. Perilaku yang tidak sehat seperti merokok ternyata tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi sudah menyentuh ke remaja bahkan anak-anak.
Remaja secara umum memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, cenderung ingin bertualang, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Rasa ingin tahu yang tinggi ini seharusnya diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang positif dan produktif. Namun, pada kenyataannya, banyak remaja yang melakukan kebiasaan buruk, seperti kebiasaan  merokok (Ginting, 2011).
Jumlah perokok remaja yang semakin meningkat ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh adanya iklan-iklan rokok, salah satunya melalui konser musik. Iklan rokok menciptakan kesan bahwa merokok adalah suatu hal yang baik dan mendorong anak-anak atau remaja untuk mencobanya. Selain itu, iklan rokok juga menurunkan motivasi untuk berhenti merokok dan sebaliknya, mendorong perokok untuk meningkatkan konsumsinya (Pollay, 2001).
Karakteristik remaja yang cenderung ingin kebebasan dimanfaatkan oleh industri rokok yang dihadapkan pada persaingan yang tidak hanya berasal dari industri sejenis tetapi juga kampanye antirokok yang semakin gencar, baik dari dalam negeri atau luar negeri. Adanya situasi tersebut tentu saja mendorong industri rokok untuk menciptakan strategi penjualan atau pemasaran rokok (Salim, 2013). Salah satu strategi pemasarannya adalah dengan membuat slogan atau iklan yang mudah ditangkap oleh remaja. Iklan rokok tidak hanya dipublikasikan lewat media cetak atau elektronik tetapi juga lewat konser musik, dimana di dalamnya tidak jarang dibagikan rokok secara gratis (Ginting, 2011).
Selain itu, mensponsori sebuah event juga merupakan salah satu andalan industri rokok. Pada tahun 2007, jenis kegiatan terutama musik yang disponsori oleh industri rokok sebesar 378 kegiatan, kedua tertinggi setelah kegiatan olahraga (SEATCA, 2007). Musik memang menjadi strategi yang paling agresif untuk merangkul kaum muda. Kaum muda tidak sadar bahwa mereka sedang menjadi target industri rokok. Maka dari itu, mari selamatkan generasi muda Indonesia. Bukan hal yang mudah memang, tetapi bukan tidak bisa. Â Bagi kamu generasi muda Indonesia yang tidak merokok, jangan coba-coba untuk merokok dan bantu teman-temanmu untuk berhenti merokok. Kill the habit before the habit kills you.
Sumber :
Ginting, Tarianna. 2011. Pengaruh Iklan Rokok di Televisi terhadap Perilaku Merokok Siswa SMP di SMP Swasta Dharma Bakti Medan. Akbid Sehat
Pollay dalam Factsheet SFA. 2001. Media Effect and Society. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associate Inc.
Salim, Ardy D. 2013. Â IMC: Promosi, Iklan, dan Sponsor Rokok Strategi Perusahaan Menggiring Remaja untuk Merokok. Jurnal Manajemen dan Bisnis Vo. 17 No. 1
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI