Madura -- Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk bagaimana masyarakat mematuhi protokol kesehatan. Namun, ada fakta menarik yang terungkap melalui penelitian para dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yaitu Muhammad Ari Arfianto, Aprillia Triandini, dan M. Rosyidul Ibad. Mereka menemukan hubungan yang erat antara tingkat kecemasan seseorang dan sejauh mana mereka mematuhi protokol kesehatan.
Menurut Muhammad Ari Arfianto, kecemasan adalah faktor psikologis yang memengaruhi cara seseorang merespons risiko kesehatan. "Saat seseorang merasa cemas, terutama dalam situasi pandemi seperti ini, ada dua kemungkinan. Mereka bisa lebih waspada dan patuh, atau sebaliknya, merasa putus asa dan abai terhadap protokol kesehatan," jelasnya.
Penelitian ini dilakukan di Madura dengan melibatkan 400 orang sebagai responden. Salah satu temuan menariknya adalah bahwa tingkat kecemasan ringan mendominasi populasi dengan persentase cukup besar. "Hampir separuh responden kami mengalami kecemasan ringan. Namun, ironisnya, kepatuhan terhadap protokol kesehatan justru cenderung rendah," ungkap Aprillia Triandini.
Dosen keperawatan ini menambahkan bahwa masyarakat yang memiliki kecemasan ringan cenderung meremehkan risiko, sehingga mereka lebih abai terhadap langkah-langkah pencegahan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Sebaliknya, mereka yang memiliki kecemasan sedang atau tinggi lebih mungkin untuk berhati-hati.
M. Rosyidul Ibad menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan alat ukur yang spesifik untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan dan kepatuhan. "Kami menggunakan kuesioner Zung Self Rating Anxiety Scale untuk mengukur kecemasan dan Adherence to COVID-19 Prevention Measures untuk melihat tingkat kepatuhan. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini," katanya.
Apa artinya ini bagi masyarakat? Menurut ketiga dosen tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengatasi pandemi bukan hanya soal menyediakan alat kesehatan atau vaksin, tetapi juga menangani aspek psikologis masyarakat. "Masyarakat perlu didampingi, baik secara fisik maupun mental. Edukasi yang berbasis empati, pendekatan personal, dan penguatan rasa percaya diri dalam menghadapi pandemi sangatlah penting," ujar Aprillia Triandini.
Lebih lanjut, mereka juga menekankan pentingnya pendekatan komunitas dalam meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Muhammad Ari Arfianto menambahkan, "Jika pendekatan edukasi dilakukan secara lebih menyeluruh, misalnya melalui tokoh masyarakat atau media lokal, maka kemungkinan masyarakat memahami risiko dan pentingnya protokol kesehatan akan lebih tinggi."
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan untuk program-program kesehatan masyarakat yang lebih efektif di masa depan. Dengan memahami hubungan antara kecemasan dan kepatuhan, langkah-langkah pencegahan pandemi dapat dirancang dengan lebih tepat sasaran.
Para dosen ini sepakat bahwa pandemi telah memberikan pelajaran besar bagi semua pihak. "Kita tidak hanya dituntut untuk tanggap dalam hal medis, tetapi juga dalam memahami psikologi masyarakat," tutup M. Rosyidul Ibad.
Berbekal hasil penelitian ini, mereka berharap masyarakat tidak hanya patuh karena rasa takut, tetapi karena kesadaran bahwa setiap tindakan kecil dapat menyelamatkan nyawa. Pandemi mungkin masih menjadi ancaman, tetapi dengan kerja sama dan pemahaman yang lebih mendalam, masyarakat dapat melewatinya dengan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H