Mohon tunggu...
Novi Mahmudah
Novi Mahmudah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

seorang mahasiswa di STAI Al anwar sarang rembang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Viralitas Sebagai Pemicu Keadilan: Analisis Fenomena Sosial di Era Digital

6 Juli 2024   14:30 Diperbarui: 6 Juli 2024   14:30 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istilah "No Viral, No justice" disebabkan dengan banyaknya kasus kejahatan yang tidak mendapatkan keadilan dari pihak berwajib atau bahkan diabaikan, sehingga korban kejahatan tidak mendapatkan keadilan yang layak. 

Fenomena ini semakin terasa di era digital saat ini, di mana tidak ada "keadilan" jika tidak "viral" atau"No Viral, No Justice" yang kerap kali ditemukan di media social. Di mana masyarakat menganggap keadilan akan diperoleh jika kasus tersebut menjadi viral dengan tersebar di beberapa media social seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan Tiktok. 

Ketika sebuah kasus sudah tersebar di segala platfrom media, sehingga telah menjadi konsumsi masyarakat, secara tidak langsung pihak berwajib atau kepolisian akan menangani kasus tersebut. 

Karena viralitas di media social sering kali menjadi senjata  untuk mendapatkan perhatian dan dukungan masyarakat serta pihak berwajib untuk memperjuangkan keadilan dan akuntabilitas. 

Viralitas dapat didapatkan dengan begitu mudahnya, kapanpun dan di manapun. Kita termasuk orang yang mempunyai andil besar untuk berpartisipasi dalam menegakkan keadilan dengan hanya bermodalkan gadget dan jaringan internet, kemudian  mengunggah peristiwa  yang sedang terjadi di media social.  

Ketika kasus tersebut sudah menjadi viral, maka masyarakat dengan mudahnya akan mendapatkan informasi peristiwa yang terkait dan akan berbondong-bondong untuk turut andil menyelesaikan kasus tersebut. Dengan harapan ingin mendapat keadilan yang pantas dan cepat diusut oleh pihak berwajib. Hal tersebut sebenarnya memiliki sisi negatif tersendiri, ketika suatu kasus telah viral, kebanyakan dari mereka para masyarakat hanya sekedar ikut-ikuttan saja tanpa menelusuri terlebih dahulu tentang kebenaran berita tersebut. Dan jika sebuah kasus sudah menjadi perhatian public, maka hal itu akan mendorong pihak berwajib untuk lebih aktif dan cepat dalam menganani ketidakadailannya. 

Di mana keadilan social sering kali menjadi fokus perdebatan yang hangat. Namun, kerap kali tidak semua suara mendapat perhatian yang sama atau diproses secara cepat dan tepat. 

Seringkali adanya teori itu hanya untuk diketauhi tanpa ada realisasi/penerapan yang nyata, peristiwa tersebut sering kali terjadi sebab terdistraksi dengan beberapa persoalan yang ada. Sepertihalnya yang terjadi di Negara Indonesia, sebuah negara yang melabeli dirinya sebagai negara hukum, yang menjunjung tinggi keadilan untuk seluruh rakyatnya.  Akan tetapi realitanya tidak menunjukkan hal tersebut, sehingga keadilan hanya milik mereka yang memiliki jabatan dan harta. 

Sehingga para penegak hukum terlihat secara subjektif dalam menangani kasus yang ada. Atau bisa disebut dengan diskriminasi yakni perlakuan tidak adil terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan karakteristik tertentu. Dampak diskriminasi tersebut dalam penegakan hukum, merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007. Akan tetapi "No Viral No Justice" juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Ini menegaskan hak setiap individu untuk diperlakukan secara adil dan sama di mata hukum tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau ciri-ciri lainnya. Pasal ini menegaskan prinsip-prinsip penting dalam menjaga hak asasi manusia dan keadilan dalam sistem hukum di Indonesia.

Contoh kasus yang viral adalah kasus kisah nyata yang telah di filmkan dengan judul "Vina Sebelum 7 Hari" diangkat dari kisah nyata di Cirebon, Jawa Barat,  yang mengisahkan tragedi pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang remaja yang bernama Vina dan kekasihnya Eki oleh pemuda angggota geng motor. Yang mana terdapat 3 tersangka dari 11 pelakunya yang belum tertangkap. Dengan adanya film ini dapat membantu mengingatkan kembali terhadap masyarakat serta pihak berwajib untuk tetap semangat mencari pelakunya demi terealisasinya keadilan terhadap korban dan keluarganya.

Sebagaimana termuat dalam sila pancasila yang merupakan dasar negara  Indonesia. Salah satu nilai pancasila yang relevan dengan fenomena "No Viral No Justice" ialah sila ke lima yakni "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Yang mana sila kelima ini menekankan betapa pentingnya sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbanagn antara hak dan kewajiban, serta menghormati orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun