Mengutarakannya tak sesederhana,
Angin utara kepada Sungai Elbe.
Musim panas masih terasa sangat terik, padahal kalender sudah menunjukkan penghujung Agustus. Masih belum juga ada pertanda musim gugur datang mendekat.
Untungnya, angin yang bertiup di sekitaran Sungai Elbe mengaburkan terik matahari yang terasa sepanjang hari itu.
Dresden sangat ramai di musim panas apalagi saat sebelum pandemi. Banyak pengunjung yang bahkan masih membawa koper-koper mereka di sekitaran kota tua dan tempat-tempat wisata lainnya.
Musim panas saat itu, banyak rekonstruksi yang sedang dilakukan di area kota tua. Meskipun begitu, arsitektur klasik khas kota Dresden tetap dapat dinikmati dengan indahnya meski tak semua tempat bisa dikunjungi karena sedang direkonstruksi.
Sempat mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan sebagai migran saat tinggal di sebelah selatan negeri ini membuat saya agak takut juga untuk berkunjung ke sebelah timur. Tapi, demi pertemuan dengan sahabat Brazil saya yang sudah hampir setahun tidak berjumpa, saya beranikan diri untuk berkunjung ke kota ini.
Dan ternyata, berbeda dari bayangan saya, kotanya sangat ramah. Bertemu dengan orang-orang di jalan pun tidak semenakutkan yang saya bayangkan. Bahkan, saat sedang berada di kota tua, seseorang menyapa saya dan mengajak berbincang hangat karena mengenali paras khas orang Indonesia.Â
Ah rupanya, saya hanya overthinking saja. Saya terlalu memikirkan hal-hal yang belum terjadi karena prasangka dan ketakutan pribadi.Â