Saya akan memulai tulisan ini dengan pekikan lagu wajib bagi jiwa-jiwa Indonesia;
"Bangunlah jiwa-nya, bangunlah badan-nya..."
Yap, lagu Indonesia Raya. Lagu yang bilamana jiwa-jiwa Indonesia jika melafalkannya akan haru bahkan meneteskan air mata. Namun kenapa hari ini justru sebagian dari jiwa-jiwa Indonesia kepalang pesimis?
Akhir-akhir ini kita banyak dirundung kepada opini yang menggiring kepada keputus-asaan, opini yang menyebutkan Indonesia akan lemah dan telah lemah, Indonesia sakit, ataupun Indonesia akan punah di tahun berikut dan berikutnya, entah tahun berapa, anda justru telah tahu.
Jika konten yang diucapkan menyebutkan kata Indonesia maka sudut pandang saya mengarah kepada jiwa-jiwa atau manusia-manusia Indonesia itu sendiri. Namun, kenyataannya sebagian dari kita (wahai jiwa Indonesia) justru larut dan auto-mengangguk dalam opini yang bernuansa pesimis terhadap jiwa Indonesia tersebut.
Hal semacam itu seakan tidak adanya harapan lagi bagi jiwa Indonesia untuk bangun dan bangkit demi Indonesia raya. Yang jadi pertanyaan, apakah sejarah Indonesia pernah mencatat tentang keputus-asaan bangsa ini dalam melawan kolonial? Kan tidak.
Atau apakah para pendiri bangsa ini pernah mengajarkan kita untuk bersikap pesimis dalam membangun bangsa ini? Kan tidak toh. Keputus-asaan itu akan membuat mata batin kita menjadi pudar dan padam, akibatnya kita akan kehilangan ketajaman dalam melihat peluang.
Sebagian atau hampir seluruhnya, jiwa-jiwa Indonesia adalah orang yang beriman (khususnya Muslim). Saya justru heran, kok bisa orang beriman justru bersikap pesimis.
Apakah ada doa-doa yang tampak tidak terkabul atau lama tidak terkabul? Atau kita meragukan janjinya bahwa Tuhan akan mengubah nasib suatu kaum jika ia bersungguh-sungguh.
Orang yang beriman kepada Tuhan adalah orang yang kuat. Maksudnya, ia memiliki kekuatan batin dan jiwanya sehingga ia tidak gentar menghadapi hidup dengan berbagai percobaan. Menurut Nurcholis Majid, kekuatan orang beriman diperoleh karena adanya harapan kepada Allah, ia tidak akan mudah putus asa karena yakin Allah selalu menyertainya, itulah jiwa optimis.
Cak Nur pernah mengatakan bahwa orang yang tidak memiliki harapan justru ia terindikasi tidak adanya iman. Apakah kita lupa bahwa kita diperingatkan dalam kitab Suci melalui lisan Nabi Ya'qub ketika ia berpesan kepada anak-anaknya dalam mencari Yusuf dan Benyamin ke Mesir, " Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" QS.Yusuf : 87