Mohon tunggu...
Novi Fatonah
Novi Fatonah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Penulis, Akademis, Aktivis; Kembang Kempis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esensi Hari Raya Idulfitri

14 Juni 2018   08:43 Diperbarui: 14 Juni 2018   08:56 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika sumbu Ramadhan semakin habis sebagai esensi penyucian diri dari sifat kotor, tiba lah umat merayakan dalam sebuah momen suci. 

Perayaan yang kita lakukan setiap setahun sekali, perayaan itu sering disebut dengan perayaan lebaran atau lebih banyak orang di dunia menyebutnya dengan perayaan Idul Fitri. Lebaran, seperti yang dikatan diatas yakni dirayakan setiap setahun sekali, maka bisa dikatan lebaran merupakan sebuah siklus. Siklus dapat diartikan sebagai sesuatu yang sering diulang setiap masa maka dari itulah disebut dengan Id. Id jika diartikan mempunyai arti terulang, atau putaran(Nurcholis Majid:1994). Id sering disandingkan dengan kata Fithri yakni Idul Fitri. 

Terlepas dari Id, maka Fitri dapat dikatakan fitrah yang berarti juga perkataan yang fitrah. Kita tahu bahwa ada hadis yang mengatakan bahwa setiap bayi yang dilahirkan itu dalam keadaan fitrah, fitrah disini dapat berarti suci atau bersih. Maka manusia esensinya adalah berbuat kebaikan, menyukai kebenaran dan jauh sebetulnya dari sifat keburukan dan kepalsuan. Keburukan dan kepalsuan merupakan perbuatan dosa, yang menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan. 

Mengenai dosa, ada yang berpendapat berarti perbuatan zalim, bahkan adapula yang mengartikan dosa dengan gelap(Nurcholis Majid:1994). Maka, apabila kita gabungkan dari pengertian tersebut dapat dikatakan dosa berarti perbuatan zalim yang mengakibatkan hati kita menjadi gelap. Maka, dibulan sebelumnya yakni bulan Ramadhan, 

Allah memberi kita peluang untuk menghapus dosa-dosa kita. Banyak yang menggunakan peluang itu dengan melakukan ibadah puasa. Mereka meminta dileburkan segala dosa-dosanya yang telah lalu pada momen di bulan Ramadhan. Kemudian ditambah di hari raya Idul fitri, mereka meminta maaf kepada keluarganya, sanak saudaranya, tetangganya dan manusia lainnya. Maka, seketika itulah kita dapat dikatakan kembali kepada fitri, di hari raya Idul Fitri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun