Nicholas Carr hanya separuh benar ketika menulis sebuah esei “Is google making us stupid?” pada majalah The Atlantic tahun 2008 lalu. Tak perlu geram pada internet. Apalagi menuding google atas menurunnya daya pikir manusa. Apapun alasannya, internet dan segala kecanggihan teknologi hanya alat diciptakan untuk membantu manusia, tak lebih. Jikapun ada eksesnya, itu hanya soal tujuan yang berbeda. Jika dimanfaatkan dengan baik, teknologi internet punya banyak manfaat, termasuk mencerdaskan manusia.
Menarik jika menyimak sebuah artikel yang menjadi HL kemarin. Judul artikel pendek itu adalah “Untung Ada Internet dan Brainly, Kita Bisa Berharap Pendidikan untuk Anak Kita Menjadi Lebih Baik dan Merata”. judulnya bombastis. Seperti hujan di musim kemarau: memberi harapan, menumbuhkan kembali semangat yang mulai hilang. Pendidikan di Indonesia sedang paceklik? Mungkin iya, tapi segala informasi harus ditilik dari berbagai segi agar akurat dan tak menjanjikan harap yang samar-samar.
Ini tentang tentang Brainly.co.id. Mari menimbang peluang dan tantangannya.
Jejaring sosial yang khusus untuk belajar adalah ide tak biasa. Setidaknya ini bukti bahwa teknologi harus mengabdi pada manusia, dan bukan sebaliknya. Keterhubungan dan saling berbagi informasi seputar materi pembelajaran di sekolah adalah sebuah lingkungan belajar yang positif.
Knowledge sharing yang melampaui batasan ruang dan waktu. Komunitas belajar yang mengasyikan, tentunya. Suasana didesain lengkap dengan reward. Setiap jawaban diberi poin. Ada statusnya pula – “pengguna tercerdas” – yangdiurut dari yang paling tinggi. Tampaknya, aspek motivasi tak luput dari pertimbangan perancang website ini. Reward punya efek pada peningkatan motivasi. Sudah banyak penelitian yang membuktikkan itu dan tak perlu diuraikan lagi disini.
Menarik bukan? Bahwa ada siswa di Papua yang bisa berbagi kesulitannya membuat tugas matematika dengan siswa di Jakarta. Tak ada pembicaraan lain, selain IPA, Bahasa, IPS, dll. Pekerjaan rumah yang awalnya sulit, bisa diselesaikan dengan diskusi. Banyak jawaban yang ditawarkan tapi keputusan ada pada yang bertanya. Rasanya, dunia tampak seperti sebuah ruang kelas raksasa.
Apalagi jika situs dengan mudah dari telepon seluler seperti facebook atau twitter. Tentu akan sangat membantu. Belajar semudah meng-update status. Dapat dilakukan dimana saja. Bisa sambil di dalam kelas, atau sambil sarapan di kantin sekolah. Belajar menjadi lebih menyenangkan. Belajar tak lagi sebatas ruang kelas.
Jejaring sosial semacam ini punya potensi jadi media monitoring dan evaluasi. Bagaimana siswa diajarkan dan materi apa yang diajarkan di seluruh Indonesia dapat terpantau dengan jelas. Tak melulu melalui laporan hasil kelulusan yang sarat dengan rekayasa.
Andai situs seperti ini seperti ini dirancang pemerintah Indonesia untuk memeriksa proses belajar secara langsung, para pejabat tentu mendapat laporan yang lebih akurat. Diskusi siswa mencerminkan materi yang sementara mereka pelajari. Bahkan tugas yang diberikan guru pun bisa terpantau, seberapa kreatif guru telah mengelola pembelajaran. Segalanya bisa terpantau dengan jelas. Analisis dilakukan atas indikator yang pasti.
Tapi kendala tentu juga ada. Koneksi internet masih menjadi soal yang harus terpecahkan. Siapakah yang menjamin bahwa siswa Indonesia bisa menikmati internet gratis dengan mudah? Tak ada. Ini tugas negara, yang seharusya dengan alokasi anggaran 20% dari APBN dan APBD sudah bisa terpenuhi. Tapi maklum saja bahwa ini negara para preman perampok uang rakyat. Uang kecil membeli uang besar, itu faktanya. Satu siswa satu koneksi internet, hanya mimpi. Sulit menjadi nyata bila tikus-tikus berdasasi terus menggerogoti uang rakyat.
Padahal jika para preman itu insyaf, uang yang mereka curi akan lebih banyak manfaatnya. Siswa di pelosok Maluku, NTT atau Papua bisa berdiskusi dengan nyaman dengan temannya di Jakarta. Mendiskusikan berbagai hal untuk kepentingan masa depan mereka, juga masa depan bangsa ini.
Tak ada lagi siswa yang terisolir dari pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan terbaru mudah diakses. Dan lagi, tuduhan-tuduhan terhadap siswa Indonesia itu bisa dibantah. Pendidikan Indonesia bisa terjamin kualitasnya dan merata di seluruh pelosok. Rasanya, brainly.co.id hanya situs jejaring sosial untuk pembelajaran. Lupakan bahwa situs ini akan membuat pendidikan Indonesia menjadi merata.
Jangan-jangan, brainly.co.id malah membuat pendidikan Indonesia menjadi kelompok-kelompok yang tidak egaliter? Bisa saja demikian, kalau koneksi internet masih merupakan barang langka di pelosok negeri ini.
Tertarik mencoba, sila klik disini
Novie SR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H