[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi Mendongeng (Sumber: Kompas.com)"][/caption]
Posting kali ini adalah oleh-oleh yang saya bawa dari Pre-Event Festival Dongeng Bandung 2014 yang diselenggarakan di Celebrate Café Jl. Bengawan No. 23 pada hari Ahad, 24 Agustus 2014 lalu. Acara menarik yang satu ini banyak diminati oleh orangtua yang ingin menambah informasi parentingnya. Tapi, anak muda seperti saya yang juga datang banyak kok. Satu hal yang paling menarik minat saya untuk datang adalah pembicaranya, beliau adalah Ibu Laila Qadariah, seorang Psikolog Anak dari UNPAD. Aaaaa, that’s what I’m willing to catch in the future: being Child Psychologist. Selain itu, ada juga pembicara-pembicara lainnya, yaitu seorang guru TK yang juga sebagai story teller untuk murid-muridnya, serta beberapa orang penulis dongeng. Wow!
Dengan menghadiri acara ini, saya jadi sadar kalau menjadi seorang Ibu itu harus kreatif dan pandai mendongeng. Iya, hanya dari sebuah dongeng anak bisa mendapatkan manfaat yang sangat besar. Kata Ibu Laila, dongeng sedikitnya memiliki 5 manfaat yang disebut 5E, ini dia …
1.Enthusiastic. Dongeng bisa mempermudah orangtua untuk menarik perhatian anak.
2.Emotion. Dongeng bisa membuat anak mengekspresikan berbagai emosi. Nah, untuk yang satu ini, jadi Ibu juga harus ekspresif. Hehe
3.Entertain. Dongeng merupakan hiburan yang paling murah dan menyenangkan. Tidak harus membeli, kita bahkan bisa mengarang dongeng kita sendiri. Tentunya yang banyak mengandung nilai-nilai, ya!
4.Educate. Dongeng, melalui cerita-cerita di dalamnya, bisa mengedukasi anak mengenai banyak hal.
5.Encouraging. Dongeng juga dapat menantang anak untuk belajar lebih banyak hal, seperti misalnya melalui meniru.
Unsur Dongeng Seperti Apakah yang Baik Untuk Anak?
Dongeng yang baik berarti mengandung unsur-unsur cerita yang baik, yaitu:
1.Cope. Dongeng harus berisi unsur menyelesaikan masalah, sehingga anak bisa belajar sesuatu yang baru. Untuk menstimulasi problem solving anak, kita bisa bertanya, misalnya “Kalau kamu jadi tokoh itu, apa yang akan kamu lakukan untuk mempertahankan istana dari monster?”
2.Hope. Dongeng harus berisi unsur yang membangun harapan. Mengapa? Supaya melalui dongeng anak belajar mengenai harapan dan optimisme.
3.Identify. Dongeng yang baik memberi kesempatan kepada anak untuk dapat mengidentifikasi diri terhadap tokoh utama yang dia anggap sebagai jagoannya.
4.Love. Dongeng yang baik mengajarkan banyak hal baik bagi anak, dari mulai cinta, kasih sayang, berbagi, memaafkan, toleransi, dll.
5.Building dreams. Unsur yang tak kalah pentingnya dengan yang sudah disebutkan di atas, dongeng juga harus bisa menstimulasi anak untuk membangun mimpinya.
Tidak Hanya Sekadar Mendongeng
Setelah mendongeng, kita juga bisa menstimulasi anak untuk menggambar. Kok bisa? Jelas bisa, dong! Secara tidak langsung, dongeng memancing anak untuk membuat film di pikirannya, berpikir, dan menghayati. Hal itu akan membuat daya kreativitas anak semakin tergali. Apalagi dengan membiarkannya menyalurkan ekspresi tersebut melalui gambar. Misalnya, cobalah mendongeng kepada anak tentang keluarga ikan, setelahnya beri anak peralatan gambar dan mintalah ia untuk menggambar keluarga ikan seperti apa yang diceritakan. Selanjutnya, bersiap-siaplah untuk takjub terhadap hasil kreativitas anak.
Bagaimana Memilihkan Dongeng Untuk Anak?
Menurut Ibu Laila sebagai Psikolog Anak, begini nih caranya memilihkan dongeng untuk anak:
1.Setara dengan level usia dan level perkembangan anak.
a.Untuk anak pada tahap sensori-motor (0-2 tahun), mendongenglah cerita-cerita yang lebih banyak mengandung unsur cinta dan kasih sayang. Sambil mengajarkan anak tentang benda-benda, dongeng juga bisa menggunakan benda-benda atau mainan dengan tekstur yang berbeda-beda.
b.Untuk anak pada tahap pre-operasional (2-4 tahun), mendongenglah cerita-cerita yang tokohnya adalah hewan (fable). Mengapa? Karena menurut ilmu Psikologi, pada usia ini anak memiliki pola pikir animisme dimana ia menganggap bahwa hewan dan benda-benda disekelilingnya adalah sama halnya seperti manusia.
c.Untuk anak pada tahap operasional konkret (5 tahun – usia sekolah dasar), mendongenglah cerita-cerita yang konkret dan mudah dibayangkan oleh anak. Apabila ingin menceritakan sesuatu yang bermuatan negatif seperti misalnya kecelakaan, usahakan jangan terlalu menyeramkan bagi anak.
d.Untuk anak pada tahap formal-operasional (usia anak akhir – remaja), mendongenglah cerita-cerita yang mengandung unsur sebab-akibat dan logika agar pemikiran anak menjadi semakin berkembang.
2.Tema yang dekat dengan keseharian anak, supaya lebih mudah menyerap dan lebih mudah diaplikasikan oleh anak.
3.Mengandung unsur-unsur atau nilai-nilai tertentu yang ingin disampaikan kepada anak melalui dongeng.
4.Bersifat interaktif. Seharusnya, anak tidak hanya berperan sebagai pendengar. Libatkan anak dalam diskusi mengenai cerita itu, biarkanlah dia merespon dan tantang anak untuk dapat menemukan nilai yang terkandung di dalam dongeng (jangan lupa sesuaikan dengan kemampuan anak, ya!). Selain itu, apabila terdapat gerakan-gerakan yang mungkin dilakukan untuk menunjang isi cerita, ajak anak untuk bergerak juga.
5.Libatkan banyak barang atau mainan sehingga dongeng menjadi lebih konkret untuk anak.
Bagaimana Jika Mendongeng Menggunakan Buku?
Ya, buku memang sarana yang dapat sangat membantu para orangtua untuk mendongeng kepada anak-anaknya. Biasanya, buku dongeng memiliki banyak gambar. Nah, dalam hal ini orangtua tidak hanya bisa membacakan dongeng saja. Lebih jauh lagi, anak juga bisa diajak untuk bersama-sama mengeksplorasi gambar-gambar yang ada di buku tersebut. Kemudian, untuk masalah ending cerita, kita bisa menceritakan hal yang berbeda dengan apa yang ditulis di dalam buku. Keep being a creative mother!
Begitu kiranya cuap-cuap #Psycholostory tentang dongeng ini. Semoga bermanfaat. Bagi yang belum mendongeng, ayo mulai mendongeng. Bagi yang sudah mendongeng, jangan berhenti mendongeng. Hasil saya mencuri dengar obrolan narasumber pada acara yang sama, katanya, keruntuhan moral anak bisa disebabkan karena orangtuanya yang berhenti mendongeng. Wiiih!
Okay, terimakasih sudah menyempatkan untuk membaca. Terimakasih juga untuk Ibu Laila Qadariah yang telah menginspirasi saya untuk menuliskan materinya dalam posting kali ini, semoga Ibu menjadi dosen saya di Magister nanti. Mohon doa restu ya semuanya, Aamiin! Tak lupa saya ucapkan terimakasih juga untuk narasumber-narasumber lain yang menginspirasi saya untuk mendongeng kelak untuk anak-anak saya. Happy story telling!
Bagaimana, sudah siap untuk menjadi pendongeng untuk anak di rumah? Salam #Psycholostory!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H