Mohon tunggu...
Novie Ocktaviane Mufti
Novie Ocktaviane Mufti Mohon Tunggu... -

Writer. Faculty of Psychology's student. Thinker.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Psycholostory : Dear Stress, Let's Break Up!

5 September 2014   05:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:34 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Siapa yang lagi stress, ayo tunjuk tangaaaaan!

Sering banget ya kita denger orang di sekitar kita bilang atau ngaku kalau dia lagi stress. Katanya masalahnya lagi banyak. Ada yang gara-gara diputusin pacar, tugas kuliah numpuk, mau ujian, dosen nyebelin, kerjaan banyak tapi deadlinenya sempit banget, kehabisan uang tapi transfer dari orang tua gak nyampe-nyampe, masalah keluarga, berantem sama temen atau bapak kost, atau masalah-masalah lainnya. Tunggu dulu, emang stress itu apa sih? Ada yang tahu? *kalau ada yang tau, pura-pura gak tau aja deh ya*

Baiklah, posting kali ini #Psycholostory bakal cerita tentang macem-macem hal yang berkaitan sama stress. Sekalian mau bagi-bagi ilmu juga, oleh-oleh dari seminar di Universitas Kristen Maranatha tentang stress hari Minggu lalu (09/03/14), judul seminarnya aku kutip buat judul posting kali ini : “Dear Stress, Let’s Break Up!”

Stress itu sebenernya respon fisik dan psikologis ketika terjadi perubahan kondisi. Stress timbul ketika individu mendapatkan tuntutan atau tekanan. Nah, dari definisi ini diketahui kalau stress itu gak selamanya negatif dan gak selamanya berdampak negatif. Stress negatif disebut distress, sedangkan stress positif disebut eustress.

Kalau stress yang negatif dan berdampak negatif sih pasti semuanya juga udah kepikiran kan ya. Nah masalahnya kenapa ada stress positif sih? Aneh ya? Emang ada stress yang positif? Jawabannya, ada dong.

Kita balik lagi ke definisi stress itu sendiri, disana ada kata ‘perubahan kondisi’. Perubahan kondisi yang dimaksud bisa perubahan ke arah negatif ataupun ke arah positif. Contoh stress positif itu misalnya gini : Si Z udah bekerja lama di sebuah perusahaan terkenal. Kinerjanya selama ini sebagai staff HRD dinilai bagus banget sama pimpinan perusahaannya, dia juga gak pernah buat masalah. Satu minggu yang lalu, pimpinan memutuskan buat ngasih jabatan yang lebih tinggi buat Z sebagai reward dari kinerjanya selama ini. Z ditempatkan sebagai manajer HRD. Posisi pekerjaan yang baru bikin Z jadi kaget, kaku, dan bingung sama job descriptionnya, meskipun disisi lain dia seneng banget karena akhirnya dia naik jabatan. Respon Z terhadap posisi pekerjaan baru itulah yang disebut eustress.

Stress yang cuma sebentar aja sebenernya punya dampak yang positif. Pertama, daya ingat bisa jadi membaik karena manusia cenderung mengingat dengan lebih baik hal-hal yang melibatkan emosionalnya. Kedua, kemampuan memperhatikan jadi meningkat, karena adanya peningkatan tingkat kewaspadaan. Terus juga bisa meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh.

Tapi, apa yang terjadi sama diri kamu kalau stress terjadi lebih lama?

Dalam merespon adanya stressor (sumber stress), tubuh kamu akan meningkatkan tingkat kesiagaan atau kewaspadaan. Terus, bakalan timbul perubahan-perubahan yang terkait sama fisiologis, misalnya : tekanan darah meningkat, detak jantung meningkat, suhu tubuh meningkat, atau kesulitan pernapasan. Itulah yang bikin kamu jadi gampang capek, gak aktif, gak berenergi, jadi slow motion, sama gampang sakit. Reaksi lain, biasanya bisa jadi kamu mengalami demam, cepet ngantuk/ga bisa ngantuk, susah konsenterasi, takut, cemas, dan kehilangan nafsu makan.

Salahnya, ketika tubuh udah ngasih signal-signal itu, yang seringkali dilakukan orang adalah melakukan cara-cara yang seolah-olah bisa membebaskan mereka dari stress, misalnya merokok, minum minuman beralkohol, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, nonton TV terus, main game terus, mengindari teman, tidur atau terjaga berlebihan, belanja, terlalu menyibukkan diri, menunda-nunda pekerjaan atau kegiatan, marah berlebihan, atau parahnya sampai melakukan kekerasan sama orang lain. Efeknya, stress tidak diselesaikan secara keseluruhan, kemungkinan muncul lagi jadi lebih besar. Duh~

Padahal, ada cara yang efektif untuk menyembuhkan stress. Ada yang tau?

Kata Lazarus, usaha-usaha penanggulangan stress (coping stress) bisa dilakukan dengan usaha coping yang berfokus pada emosional (emotional-focused strategies) yang berarti berfokus pada pengubahan respon emosional terkait situasi atau stressor dan usaha coping yang berfokus pada permasalahan (problem-focused strategies) yang berarti berfokus pada penyelesaian permasalahan.

Usaha penanggulangan yang berkaitan dengan emosional (emotional-focused strategies) itu fokusnya pada adaptasi sama menerima kondisi. Jadi, stress ditanggulangi dengan beradaptasi sama situasi stressnya, dan belajar untuk menerima kondisi yang sedang dihadapi. Sedangkan, usaha penanggulangan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah (problem-focused strategies) itu fokusnya sama mencari cara untuk mengubah situasi.

Contoh sederhananya gini :

Kondisi stressornya itu cuaca yang lagi panas terik banget. Kalau penyelesaian masalahnya pake problem-focused, hal yang dilakukan adalah cari gimana caranya biar ga ngerasa panas. Bisa dengan pake AC, minum es, atau berenang mungkin. Tapi, kalau penyelesaian masalahnya pake emotional-focused, hal yang dilakukan adalah adaptasi sama panasnya, dan ikhlas aja, berbesar hati karena memang suasananya lagi panas terik. Terus gimana sama yang malah jadi ngomel-ngomel dan gerutu ga jelas? Itu berarti sebenernya dia hanya seolah-olah menyelesaikan masalah, tetep aja kepanasan kan.

Ada satu hal yang perlu kita tau supaya kita juga bisa jadi lebih bijak dalam bertingkahlaku *cailaaaah*. Sumber stress yang sama bisa ditanggapi berbeda oleh orang yang berbeda. Kejadian yang menurut kita biasa aja bisa jadi sumber stress buat orang lain karena persepsi manusia emang gak pernah sama. Satu lagi, sharing atau cerita-cerita sama temen (psikologi menyebutnya peer counseling) juga bisa jadi cara untuk kamu bebas dari stress, karena dari situ biasanya beban yang terasa berat bisa jadi berkurang.

Oke, that’s all, guys! Semoga nambah pengetahuan lagi ya. Sekarang kan udah tau nih, jadi stress itu untuk benar-benar diselesaikan ya! Bukan untuk seolah-olah diselesaikan. Hehe.

Any question? Tulis di comment aja ya, atau send e-mail ke novieocktavia@gmail.com

Salam #Psycholostory J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun