Saya sebagai salah satu insan kecil yang hidup di kampung nan agung ini Sumberpelas namanya, maka suatu hal yang patut saya lakukan adalah mengabarkan berita kemenangan dan keberhasilan bahwa kami dapat berdiri di kaki kami sendiri. Sumberpelas adalah kampung yang lumayan jauh dari peradaban, jauh dari hiruk pikuk dan hingar bingar hilir mudik orang. Kampung ini secara geografis dapat dikatakan sebagai wilayah terpencil, sehingga orang-orang biasa mengenal dan menyebut kampung ini sebagai kampung gunung dan sudah barang tentu kami yang hidup di sini juga disebut-sebut sebagai “bocah gunung”. Kondisi geografis itu tentu saja mempengaruhi keterjangkauan fasilitas dan infrastruktur, seringkali kami tak terjamah oleh program-program unggulan pemerintah. Jalan yang notabene sebagai urat nadi kegiatan perekonomian tak sampai masuk anggaran perbaikan atau pembangunan, masalahnya memang jalan yang biasa kami lewati ini terkendala soal teritori kewilayahan. Tentu saja dapat dimaklumi jikalau pembangunan jalan kami tidak menjadi prioritas.
Jalan yang dapat dibilang sebagai hal yang krusial tentu saja mempengaruhi sektor perekonomian, akses pendidikan, hingga akses terhadap fasilitas kesehatan warga Sumberpelas. Alasannya, semua hal tak terjangkau dan tak tersedia di kampung ini, jadi kami selalu keluar kampung untuk memenuhi segala kebutuhan hidup yang tak tersedia disini. Tentu saja pemenuhan kebutuhan di luar kampung itu butuh akses jalan yang layak. Sedangkan jalan yang biasa kami lewati adalah jalan makadam dan jalan berlumpur. Jikalau musim hujan sudah seperti Adventure Offroad dan sehari-hari harus menghela nafas panjang melewati bebatuan hitam. Meskipun demikian, selama bertahun-tahun saya hidup di kampung ini tak terlihat wujud pembangunan mampir di akses jalan utama. Lagi-lagi persoalan teritori dan siapa yang tau usaha senyap mungkin pernah dilakukan namun tak membuahkan hasil. Padahal semua hal ada jalannya kalau ada usaha dan komunikasi, keluh kami sebagai wong cilik ini, kepasrahan wilayah yang jauh dari teritori pemerintah Desa, jadi wajar saja kalau kami tidak dapat hembusan dana-dana pembangunan yang cukup. Jangankan hembusan, aromanya saja tak tercium sampai kampung kami. Wajar juga jikalau PUPR tidak mengendus keberadaan kami hidup disini dan butuh akses jalan yang memadai, barangkali memang tidak sepenting pembangunan jalan anyer panarukan yang digadang-gadang banyak orang. Kami memaklumi semua hal dan keterbatasan yang ada dengan besar hati. Namun demikian, kami dapat melakukan swadaya dan berdikari dalam hal pembangunan jalan.
Terhitung sudah 2 kali ini kami melakukan gotong royong dan swadaya sendiri yang mekanismenya adalah warga kampung melakukan iuran untuk dapat mencukupi kebutuhan material serta hal lainnya. Swadaya tersebut tentu saja dapat dikatakan sebagai hal yang membanggakan sekaligus menyedihkan. Membanggakan kami dapat melakukan hal yang seharusnya pemerintah lakukan namun karena kecacatannya, kami sudah jengah dan mengupayakan kebutuhan kami sendiri. Menyedihkan karena sebenarnya kami tak memiliki beban moril maupun beban tanggung jawab untuk membangun jalan selain karena kami sangat membutuhkan akses jalan yang memadai. Maka, saya sebagai bocah ingusan ini berani mengabarkan bahwa semua warga Dusun Sumberpelas adalah orang-orang yang besar hatinya dan erat solidaritasnya hingga bisa mewujudkan mimpi besar setiap anak gunung dalam memperoleh akses jalan yang layak.
Entah bagaimana mulanya ide pembangunan jalan secara berdikari ini bisa muncul, yang jelas saya akan mengarsipkan perjuangan ini dalam tulisan saya agar suatu saat setiap insan “anak gunung” dapat membaca dan tahu betapa gigihnya warga Dusun Sumberpelas untuk memompa jantung mereka sendiri. Setiap anak yang lahir di sini harus tahu suatu histori besar yang dapat diciptakan oleh orang-orang Dusun Sumberpelas. Boleh saja orang bilang kami terlalu mendewakan kegiatan ini dengan cerita yang penuh ‘estetisme’, cerita ini tidak akan relevan bagi setiap orang yang lahir di jalan aspal. Tapi bagi kami anak gunung yang selalu menjadi bahan olok-olokan perkara jalan jelek dan di tengah hutan, pembangunan jalan ini adalah suatu hal yang patut di rayakan se estetis mungkin. Jika boleh saya bilang, usaha pembangunan jalan ini sebagai upaya mewujudkan mimpi anak-anak gunung untuk memiliki jalan mulus tanpa ganjalan bebatuan. Adalah suatu kemewahan yang disediakan orang-orang tua untuk kami, jadi sudah sepantasnya selain mengangkat topi kami anak-anak gunung harus membungkuk dengan rendah untuk keberhasilan perjuangan ini. Semoga selain jalan, banyak hal baik yang harus terus di pupuk dan ditanam dalam memperjuangkan kehidupan kami disini.
Meminjam pengertian dari Abraham Lincoln bahwa dari kami, oleh kami dan untuk kami mungkin inikah wujud kecil dari keberhasilan Demokrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H