public relations yang biasa dikenal dengan humas dituntut untuk memiliki keahlian dalam menyampaikan storytelling yang baik. Â Storytelling dalam dunia public relations memberi manfaat yang begitu besar karena memiliki kekuatan dalam menyebarkan informasi dan membangun reputasi.
Dewasa ini praktisi PR atauStorytelling memang lebih disukai karena secara alami seseorang memang lebih tertarik untuk mendengarkan cerita daripada mencerna informasi yang dibungkus dalam bentuk tulisan. Informasi yang disampaikan dalam bentuk cerita akan mudah sampai ke pembacaannya, apalagi bila cerita tersebut bersifat lucu dan kekinian. Berangkat dari sinilah mengapa praktisi PR sendiri dituntut untuk mampu membuat storytelling yang bisa sesuai dan baik dengan audience.
Storytelling ini sebenarnya adalah teknik bercerita, storytelling ini bahkan menjadi bagian utama dari keterampilan public speaking. Storytelling ini dilakukan tergantung tujuan dan audience-nya. Storytelling bisa dilakukan secara lisan (verbal) dan tulisan atau gambar atau dikenal dengan nonverbal, hal ini disampaikan oleh Dyah Rahmawati Sugiyanto, Koordinator Komunikasi Publik BRIN pada webinar BRIEF edisi ke-73, Jumat (28/04)
Selain itu storytelling juga harus memenuhi unsur bercerita pada umumnya. Unsur pertama adalah pesan dan tujuan. Inti cerita dan tujuan sendiri harus jelas sejak awal agar pembaca atau pendengar atau audience menjadi lebih mudah memahami keseluruhan isi cerita substansinya termasuk moral story-nya.
Unsur kedua adalah tokoh. Tokoh ini sendiri adalah sosok yang diceritakan dan memiliki karakter. Tokoh ini lah yang membuat cerita menjadi seru dan karakternya yang membuat cerita menjadi hidup. Tokoh - tokoh yang sering ada dalam cerita biasanya adalah hewan, pohon, orang, buah dan sayur juga benda.
Unsur ketiga adalah latar atau yang biasa disebut dengan setting. Setting ini sendiri terdiri dari tempat atau ruang dan waktu yang mendukung imajinasi pembaca atau penonton atau pendengar dan membuatnya tertarik untuk terus menyimak cerita. Budaya dan kebudayaan juga menjadi penting dalam memperkaya isi cerita.
kemudian unsur keempat adalah sudut pandang. Sudut pandang cerita ini sendiri dibagi 3 yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua dan sudut pandang orang ketiga. Dianatara ketiga sudut pandang tersebut yang membedakan adalah dari penyebutan tokoh dalam ceritanya.
Unsur terakhir adalah alur cerita atau jalan cerita. Alur cerita ini sendiri harus sesuai dengan urutan  sehingga inti dari cerita tersebut dapat tersampaikan dengan baik.
Praktisi PR sendiri perlu untuk mempelajari teknik storytelling ini agar bisa terlatih untuk menjelaskan secara runut dan sistematis, dan tentunya apabila praktisi PR dapat menyampaikan cerita secara runut dan sistematis maka pesan yang disampaikan akan dapat dipahami publik dengan baik, dan tentunya akan menciptakan komunikasi yang efektif.
Dyah mengungkapkan bahwa ada 4 prinsip ketika akan melakukan storytelling yang pertama adalah runut, dimana cerita harus disampaikan dengan sistematis, kemudian fokus pada kalimat yang kita sampaikan, lalu percaya diri tentunya ini penting karena ketika melakukan storytelling maka yang menjadi harapan adalah munculnya perhatian dari lawan bicara atau public sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Dyah menambahkan " dan yang terakhir prinsip keempat ini adalah versi saya yaitu bernilai apa yang kita sampaikan itu bernilai. "