rumah Mama, disambut sepi yang sendu. Rumah besar itu dulu ramai oleh kami berlima. Sesekali kami bergantian membawa tiga atau empat orang teman menginap. Saya bahkan pernah membawa sembilan teman menginap. Belum lagi sepupu, om dan tante yang bergantian tinggal disini untuk sekolah. Ramai selalu....Sore itu terasa lengang. Tinggal mama dan papa berdua. Satu persatu kami pergi meninggalkan rumah, meramaikan rumah-rumah kami sendiri.
Beberapa waktu lalu saat membuka pintuAnak, belahan jiwa pelipur lara, penghilang letih penyemangat jiwa. Ketika satu anak pergi meninggalkan rumah (mungkin hanya beberapa hari, beberapa tahun untuk mondok atau kuliah keluar kota bahkan menikah) rasanya separuh jiwa ikut terbawa pergi.
Demi masa depan yang lebih baik dan kemandirian maka orangtua tak boleh menjadi cengeng dan lemah. Lulus SD atau SMP ada anak-anak yang mungkin akan dilepas orangtuanya untuk mondok. Atau maksimal sampai mereka lulus SMA waktu yang kita miliki untuk membersamai mereka. Tau tau sudah saatnya kuliah. Setelah lulus kuliah, bekerja dan menikah, membangun keluarga dan membesarkan anak-anak mereka.
Begitulah kelak kita saat anak-anak beranjak dewasa, pada akhirnya akan kembali berdua dengan pasangan. Menghabiskan hari tua, dirumah kita sendiri. Bahagia menunggu kunjungan anak cucu dan mantu. Atau sesekali menginap di rumah mereka.
Inilah siklus kehidupan, sunnatullah..
Semoga Allah panjangkan umur orangtua kita.
Dan kita, akan menua bersama pasangan dengan bahagia, sehat dan bugar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H