Mohon tunggu...
novie ira
novie ira Mohon Tunggu... Guru - S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Membatik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Jawa Bukan Bahasa Udik

1 Desember 2023   10:53 Diperbarui: 1 Desember 2023   13:00 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Entah apa yang terjadi dengan generasi muda kita ini. Di saat bangsa lain berusaha menunjukkan identitas / karakternya, justru generasi kita sedikit demi sedikit mulai menggerusnya. Sengaja atau tidak justru mereka selalu mengagung-agungkan apa yang menjadi identitas bangsa lain. 

Bahasa adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan tanda seperti kata dan gerakan (Wikipedia) merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan. Tanpa adanya bahasa mungkin terlalu banyak kesalah fahaman dan penyampaian pesan tidak tersalurkan. 

Bahasa juga digunakan sebagai identitas yang menunjukkan ciri khas dari bangsa tersebut, tapi ironinya di Negara kita ini bahasa yang menjadi karakter bangsa malah justru diabaikan. Mereka lebih tertarik dan senang menggunakan bahasa orang lain, yang dianggapnya lebih keren. Padahal banyak Negara lain berusaha mempelajari budaya bahkan bahasa kita, terlebih budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jaw yang diminati di luar negeri adalah wayang kulit, keris, batik, kebaya dan gamelan. 

Dan pada akhirnya mereka juga mempelajari bahasa jawa sebagai alat komunikasi untuk tujuan mereka. Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di AS, Singapura dan Selandia Baru. Gamelan Jawa rutin digelar di AS dan Eropa atas permintaan warganya. Sastra Jawa Negarakretagama menjadi salah satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai memori Dunia. Bahkan Negara di dunia terutama Amarika dan Eropa menyebut “Jawa Identik”. Budaya Jawa termasuk unik karena bahasanya.

Bahasa Jawa yang seharusnya sebagai bahasa ibu oleh orang Jawa justru sekarang sudah jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua cenderung membiasakan dengan bahasa lain. Ketika seseorang menggunakan bahasa Jawa malah justru terdengar asing ditelinga mereka. Mereka berfikir ketika ada yang menggunakan bahasa Jawa malah dianggap udik atau kampungan sehingga malas menggunakannya. Bahasa Jawa termasuk unik karena membagi tingkatan dalam penggunaannya. Ngoko, Madya, Krama. Dimana pemakaiannya bergantung dengan siapa yang mereka ajak bicara. Ngoko (kasar) digunakan ketika berbicara dengan teman sebaya, orang tua kepada yang lebih muda dan orang yang statusnya lebih tinggi kepada bawahannya. Madya (menengah) transisi antara ngoko dan kromo, digunakan ketika berbicara dengan orang yang baru kita kenal. Kromo (halus) digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, yang lebih dihormati. 

Dalam bahasa Jawa terkandung muatan budaya penuturnya termasuk nilai moral dan etika. Sapir (dalam Blount, 1974) menyatakan bahwa kandungan setiap budaya budaya terwujud di dalam bahasanya. Keunggulan  bahasa Jawa adalah mudah dibaca karena laval dan pengucapan sama. Tidak terikat aturan waktu misal kemaren cukup menggunakan kata ‘wingi’. Lebih banyak kosakata, missal kata jatuh bisa menggunakan kata ‘tiba’, ‘jlungkrup’ (jatuh kedepan), ‘jempalik’ (jatunya kebelakang), kepleset, ‘nyungsep’ dll. Bisa dikemas latin arabik atau aksara jawa. Lebih ringkas dari bahasa Inggris. Missal Got hit by a truck that moving backward (kunduran truk), expression or gesture due to a sudden appearance of something (mak bendunduk). Dan yang terakhir menjadi indeks kesopanan, sehingga dengan menggunakan bahasa jawa dapat berpengaruh terhadap tingkah laku, nilai moral, sopan santun dalam pergaulan sehari-hari. 

Seharusnya bahasa Jawa yang merupakan perwujudan budaya masyarakat pemiliknya disadari benar oleh masyarakat Jawa. Hal ini terungkap dalam pepatah Ajining dhiri dumunung ana ing lathi yang artinya harga diri seseorang dinilai dari tutur katanya.

Bahasa Jawa dewasa ini keberadaanya mulai tergerus oleh kemajuan jaman dan tehnologi. Padahal jika kita mau mempelajari, keberadaan bahasa Jawa sudah diterima oleh Google sebagai pilihan bahasa di dunia. Sampai saat ini tersedia 70 Bahasa pilihan di Google Translate termasuk bahasa Jawa. Bahasa Jawa menempati peringkat ke 2 di dunia dari segi jumlah penuturnya yaitu 84,3 juta orang dan peringkat pertama China 1,21 milyar orang. Lima Negara dimana bahasa Jawa digunakan, 1. Suriname, tahun 1890-1939 75.000 orang Jawa dibawa kesana. 2. Singapura, ora Jawa didatangkan ke Singapura sejak 1825. 3. Malysia, leluhur orang Jawa dating sekitar tahun 1900. 4. Belanda, sebagai penjajah mereka tertarik dengan bahasa dan sastra Jawa. 5. Kaledonia Baru, dihuni oleh sebagian suku Jawa di Pasifik Selatan.

Orang Jawa sebagai pemilik budaya dan bahasanya seharusnya lebih bangga menggunakannya dan kita sebagai generasi penerus bangsa wajib melestarikan budaya yang merupakan identitas ciri suatu bangsa. Jangan sampai di era globalisasi dan teknologi yang canggih ini menghilangkan budaya yang menjadi karakteristik kita dikarenakan banyak budaya yang masuk sehingga kita melupakannya. Kalau bukan kita siapa lagi yang melestarikannya. Janganlah kita baru memikirkannya setelah budaya kita diambil bangsa lain. Janganlah disaat bangsa lain melirik budaya kita baru kita ingin mempelajarinya. Cukuplah sampai disini Negara lain mengambil budaya kita dan diakui sebagai budaya mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun