Kembali flashback sekitar tahun 40an, sekitar masa-masa tahun kelahiran kakek nenek kita. Kondisi bangsa Indonesia yang dahulu baru merdeka tahun 1945, ternyata mereka juga mengalami peradaban yang cukup sulit. Kita pernah mendengar kisah kehidupan mereka mulai dari cara berpakaian mereka, makanan mereka, bahkan sampai pendidikan mereka zaman dahulu. Mereka pernah mengalami berpakaian berbahan karung goni, makan masih jarang yang konsumsi nasi kebanyakan mengkonsumsi tiwul (makanan terbuat dari singkong), dan sampai pada masalah pendidikan yang mampu bersekolah (disorot pada pendidikan masyarakat bawah) kondisinya masih memprihatinkan. Mereka tidak memakai sepatu bahkan mungkin tidak memakai seragam sekolah seperti kebanyakan sekarang ini, dan yang lebih memprihatinkan lagi alat tulis yaitu buku mereka ada yang menggunakan genteng dan yang dijadikan pulpen adalah arang.
Sekarang kita melihat kondisi peradaban saat ini yaitu abad 20an. Sudah menjadi pemandangan yang umum, melihat model berpakaian kita yang sudah layak menggunakan kain-kain berkualitas bahkan dilengkapi aksesorir-aksesoris yang membuat penampilan dikatakan modis. Mengenai makanan yang di konsumsi sudah mengalami perubahan yang pesat, bukan hanya mengkonsumsi makanan asli Indonesia , sekarang ini makanan barat seperti halnya pizza atau burger sudah hal yang biasa dikonsumsi di Indonesia.
Sekilas cerita diatas, perubahan yang terjadi merupakan efek dari semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada. Siapa yang melakukan pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan itu? Jawabannya sudah jelas yang telah mampu berjasa mengembangkan teknologi dan pengetahuan yang ada adalah para generasi muda. Pertanyaannya, bagaimana para generasi muda mampu mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan? Ialah melalui proses pembelajaran dalam lembaga pendidikan. Disinilah harus dimulai adanya pengubahan dalam proses pembelajaran yang mampu menghasilkan generasi muda yang berbakat yang mampu terjun dalam masyarakat membangun masyarakat yang lebih maju. Bagaimana proses pembelajaran tersebut?
Untuk dapat menghasilkan para generasi muda yang berdedikasi tinggi dan berkualitas, pembelajaran dewasa ini harus mampu membuat peserta didik berpikur kritis, kreatif dan problem solver. Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang sistematis, terarah dan jelas yang merupakan suatu kegiatan mental seperti proses mengamati, menganalisis, meneliti, mengobservasi dll sebagai suatu cara menemukan suatu solusi dalam memecahkan suatu masalah. Berbeda dengan berpikir kritis, berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang dilakukan sebagai suatu cara untuk menghasilkan suatu pemikiran baru dan pemahaman baru mengenai suatu permasalahan. Beralih pada pengertian problem solver. Pengertian dari problem solver sendiri sebenarnya merupakan penggabungan dari berpikir kritis dan berpikir kretif yaitu suatu prosesmental yang membutuhkan keterampilan lebih untuk dapat memancing suatu pemikiran atau pemahaman baru sebagai solusi memecahkan suatu masalah.
Dari pengertian tersebut, masalah merupakan barometer yang digunakan sebaagai tolak ukur apakah peserta didik sudah mampu berpikir kritis, kreatif dan menjadi problem solver untuk suatu permasalahan. Oleh sebab itu, pembelajaran harus dibiasakan dengan pemberian masalah oleh pendidik yang nantinya peserta didik harus mampu menyelesaikan atau memecahkan masalah tersebut. Dengan kemampuan terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan sangat diharapkan nantinya saat peserta didik sudah terjun dalam masyarakat akan mampu menyelasaikan permasalahan yang ada dan mampu menjadi apa yang diharapkan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H