Mohon tunggu...
Novia Ayuningputri
Novia Ayuningputri Mohon Tunggu... -

do what i love and love what i do

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sisi Lain Prostitusi dalam Sudut Pandang Forensik

24 Juni 2012   16:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:35 1361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : M. Anjas Zulfikar, Novia Ayuningputri, Verawati


"Human Trafficking is a Serious crime...."

PENDAHULUAN

Dari 40 ribu samapai 70 ribu Pekerja Seks Komersial (PSK) di Indonesia, sekitar 30 persen dilakoni anak-anak dibawah umur yakni berusia di bawah 18 tahun. Banyaknya anak yang terlibat dalam prostitusi disebabkan berbagai macam faktor, seperti kondisi ekonomi, keluarga, tuntutan gaya hidup dan sebagainya. Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Pembangunan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Subagyo mengatakan, data prostitusi itu berasal dari data perkiraan CRC (LSM) bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2008-2009.

Membicarakan masalah prostitusi, sama saja dengan mengunyah masalahyang dianggap paling purba dalam kehidupan umat manusia di muka bumi ini.Masalah prostitusi atau pelacuran merupakan masalah klasik namun tetap terasa baru dan hangat untuk dibicarakan. Prostitusi merupakan masalah sosial yangsebab keberadaannya ditengah-tengah masyarakat sering membuat keresahan danmengganggu ketentraman kehidupan sosial, masyarakatselain dituding sebagai penyebab degradasi moral masyarakat, prostitusi juga menjadi penyebab utama penyebaran penyakit kelamin. Ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas, prostitusi tidak bisadipandang sebagai masalah moral kultural belaka, sebab bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial maupun kondisi ekonomi dan politik yangmelatarbelakanginya. Karena pada kenyataannya membuktikan bahwa prostitusi itu fungsional di dalam sistem sosial masyarakat. Hal ini terbukti dengankeberadaannya sejak berabad-abad yang lalu tanpa ada satu kekuatanpun yangmampu menghapuskan prostitusi dari muka bumi ini.Pasalnya, selama masih ada permintaan dan penawaran terhadap kebutuhan seks, prostitusi akan tetap eksis,sebab kegiatan ini merupakan salah satu atribut kehidupan umat manusia sejak dahulu.Dalam menanggapi masalah ini, akan dijelaskan bagaimana bahaya dan akibat – akibat yang terjadi dengan adanya praktek – praktek prostitusi. Selain itusebagai masyarakat pada umumnya yang mengutuk keras akan adanya praktik prostitusi seharusnya melakukan tindakan-tindakan untuk menghentikan atausetidaknya dapat mengetahui danmenginformasikan kepada masyarakat dampak  butuk yang akan timbul akibat praktik prostitusi

Fenomena pelacuran merupakan salah satu bentuk kriminalitas yang sangat sulit untuk ditangani dan jenis kriminalitas ini banyak didukung oleh faktor ekonomi dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam masyarakat itu sendiri mendapat pemenuhan akan kebutuhan secara manusiawi. Keinginan yang timbul ini merupakan akibat dari nafsu biologis manusia yang sederhana. Ketika semua sumber kepuasan dari semua individu tidak mampu memenuhi kebutuhan, maka jalan keluar pelacuran dapat dipakai sebagai alternatif untuk memenuhinya, dan perubahan dalam sistem ekonomi tidak akan mampu menghilangkan kedua sisi kebutuhan tersebut.

Bentuk prostitusi seperti praktek penjualan jasa seksual atau yang disebut juga pekerja seks komersialselayaknya dianggap sebagai salah satu penyakit masyarakat yang memiliki sejarah panjang, bahkan dianggap sebagai salah satu bentuk penyimpangan terhadap norma perkawinan yang suci. Namun, berkembangnya praktek di sekitar kita tidak dapat dipisahkan dari nilai budaya masyarakat Indonesia sendiri yang memberikan peluang bagi praktek ini untuk terus berkembang dari masa ke masa. Sesungguhnya, pelacuran merupakan perbuatan terlarang dan dianggap sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat, serta sudah jelas secara tertulis diharamkan oleh Norma sosial, Undang-undang maupun norma Agama. Meski dilarang sedemikian rupa, namun Bentuk prostitusi yang dianggap termasuk perbuatan zina ini masih saja ada bahkan terorganisir secara professional. Bahkan fakta menunjukkan bahwa tempat-tempat yang menyediakan fasilitas perbuatan zina ini disediakan dan dilindungi oleh badan hukum. Konsumen penikmat fasilitas ini pun beragam dari orang miskin sampai orang kaya. Dari kelas taman sampai dengan hotel berbintang dijadikan tempat berkembangnya praktek prostutisi yang jelas-jelas merusak kesehatan moral bangsa.

Sampai detik ini, prostitusi belum dapat dihentikan, pemerintah pun seolah-olah melegalkan praktek yang telah mendarah daging di masyarakat Indonesia ini. Padahal masyarakat sendiri sudah banyak mengetahui bentuk ancaman yang akan dihadapinya apabila prostutisnya ini tetap berkembang, seperti ancaman terhadap sex morality, kehidupan rumah tangga, kesehatan, kesejahteraan kaum wanita, dan bahkan menjadi problem bagi pemerintah lokal.

KAJIAN TEORITIS

Prostitusi atau Pelacuran adalah pemberian akses seksual pada basis yang tidak diskriminatif untuk memperoleh imbalan baik berupa barang atau uang, tergantung pada kompleksitas sistem ekonomi lokal. Secara keseluruhan dapat dikatakan terdapat tiga elemen utama dari pelacuran antara lain: ekonomi, seksual dan psikologis (struktur psiko-individual, emosional) (Truong, 1992). Definisi lain menempatkan pelacuran di bawah isu pekerjaan, kelangkaan akan pelayanan dan ketrampilan seksual.

Menurut Bonger dalam Mudjijono (2005) prostitusi adalah gejala sosial ketika wanita menyediakan dirinya untuk perbuatan seksual sebagai mata pencahariannya. Commenge dalam Soedjono (1977) prostitusi adalah suatu perbuatan di mana seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki yang datang membayarnya dan wanita tersebut tidak ada mata pencaharian nafkah lain dalam hidupnya kecuali yang diperoleh dengan melakukan hubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang.

Prostitusi secara etimologis berasal dari kata prostitutio yang berarti hal menempatkan, dihadapkan, hal menawarkan. Adapula arti lainnya menjual, menjajakan, namun secara umum diartikan sebagai penyerahan diri kepada banyak macam orang dengan memperoleh balas jasa untuk pemuasan seksual orang itu.

Beberapa pengertian lainnya dari prostitusi (Simanjuntak, 1981)

a) Paulus Moedikdo Moeljono, pelacuran adalah penyerahan badan wanita dengan menerima bayaran kepada orang banyak guna pemuasan nafsu seksuil orang itu,

b) Budisoesetyo, pelacuran adalah pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk perbuatan kelamin dengan mendapat upah,

c) Warouw, prostitusi adalah mempergunakan badan sendiri sebagai alat pemuas seksuil untuk orang lain dengan mencapai keuntungan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapatlah ditarik esensi dari perbuatan melacur sebagai berikut:

a) Unsur ekonomis yang berupa pembayaran sebagai tegen prestasi,

b) Unsur umum yang berupa patner yang tidak bersifat selektif, dengan kata lain siapa saja diterima asal diberi uang,

c) Unsur kontiniu yang dilakukan beberapa kali.

Kartono (dalam Mudjijono, 2005) menyebutkan beberapa faktor berkembangnya pelacuran di Indonesia karena tidak adanya undang-undang yang melarang kegiatan pelacuran dan tidak ada larangan terhadap orang-orang melakukan relaksasi seks sebelum pernikahan, atau diluar pernikahan. Masuknya kebudayaan-kebudayaan asing ke daerah-daerah mengakibatkan perubahan-perubahan sosial dan budaya sehingga masyarakat menjadi tidak stabil. Tradisi dan norma-norma susila banyak dilanggar, sehingga tidak sedikit wanita-wanita muda yang mengalami disorganisasi kepribadian secara elementer dan bertingkah laku semaunya sendiri untuk memenuhi kebutuhan seks dan kebutuhan hidupnya dengan jalan melacurkan diri. Dari beberapa penelitian tentang pelacuran telah mengkaji kegiatan tersebut dari berbagai aspek dan kesemuanya cenderung menunjukkan bahwa pelacuran akan tetap ada. Keberadaan kegiatan

tersebut oleh beberapa faktor, misalnya adanya tekanan ekonomi, perkembangan kota-kota dan daerah-daerah industri, tidak adanya pasal dari KUHP yang melarang kegiatan pelacuran (Mudjijono, 2005).

Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18893/3/Chapter%20II.pdf

KESIMPULAN

Prostitusi /pelacuran selalu ada dalam tiap negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industridan kebudayaan manusia berkembang pula prostitusi dalam berbagai bentuk dantingkatannya.

Banyak faktor yang berperan utama menjadi penyebab berkembangnya prostitusi, khususnya kebutuhan akan faktor biologis dan ekonomi. Keduanya adalah faktor pembentuk sekaligus pilar bagi kokohnya benteng prostitusi. Masih banyak lagi beberapa faktor lainnya yang menjadi faktor internal maupun eksternal. Secara konstektual, pekerja seks komersial lebih identik dengan sosok perempuan, karena secara kuantitas perempuan lebih banyak menempati posisi pekerjaan tersebut. prostitusi semakin berkembang dan secara kuantitas perkembangannya telah menjadikan pekerjaan ini menjadi lahan pekerjaan yang sangat menjanjikan menghasilkan materi karena seks merupakan kebutuhan individual manusia. Kendala atas alasan inilah yang menjadi kedok dari mengapa kegiatan ini terkesan dilegalkan dan masyarakat dibutakan akan segala pengaruh negatif dari adanya kegiatan prostitusi ini.

Hal ini berkaitan dengan konsep teori yang di dapat dalam Psikologi forensik mengenai Judicial Activism, yaitu suatu bentuk Kecenderungan para penegak hukum untukmengarah ke upaya memperluas atau mempersempit pengertian peraturan hukum dan ketetapan konstitusi di luar kehendakpembuat peraturan hukum dan ketetapan tersebut. Aktivitas dalam judicial activism bersifat tersembunyi, mempengaruhi polisi dlm membuat berita acara, menakut-nakuti saksi, mengaburkan peristiwa/ perkara melalui mass media, menyuap aparat penegak hukum, hingga mengancam hakim. Jika dipandang dari keilmuan psikologis, Hal seperti ini mungkin saja dilakukan oleh para pembisnis prostitusi, sebagai bentuk penguatan atau pemutihan atas noda dibalik kegiatan prostitusi.

Maka, makin berkembangnya bisnis prostitusi ini diyakini bahwa ada faktor "pendukung" yang mempermudah begitu saja apa yang telah merusak masa depan bangsa secara tidak langsung. Boleh jadi, masyarakat mengetahui dan hanya menganggap fenomena ini sebelah mata, namun yang sangat disayangkan bahwa perbuatan yang seharusnya ditentang dan dilanggar keras, malah menjadi mendarah daging bahkan terus berkembang dari masa ke masa. Semoga dengan coretan ini, pembaca dapat belajar banyak dan membuka mata akan fenomena yang terjadi bahkan sangat dekat dengan kita, agar setidaknya generasi kita tidak menjadi penerus yang malah merugikan bangsa tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun