Mohon tunggu...
Siti Nofiati
Siti Nofiati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru biasa yang senang menulis hal hal yang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelaksanaan Growth Mindset dalam Pembelajaran Sosiologi

11 Desember 2024   10:28 Diperbarui: 11 Desember 2024   12:57 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sosiologi sering kali dianggap pelajaran yang penuh teori, di mana murid harus menghafal istilah-istilah seperti anomie atau stratifikasi sosial. Tapi sebenarnya, sosiologi adalah tentang memahami hubungan antarmanusia dan fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita. Bagaimana caranya agar murid benar-benar bisa mengaitkan teori-teori tersebut dengan dunia nyata? Jawabannya terletak pada penerapan growth mindset dalam pembelajaran. Growth mindset, sebuah konsep yang diperkenalkan Carol S. Dweck, menekankan bahwa kemampuan seseorang tidaklah tetap, melainkan bisa berkembang melalui usaha dan pembelajaran. Konsep ini sangat relevan untuk pembelajaran sosiologi. Dalam pelajaran ini, murid diajak untuk memahami dan menganalisis berbagai fenomena sosial, yang sering kali membutuhkan pemahaman mendalam dan kemampuan untuk melihat dari berbagai perspektif. Dengan growth mindset, murid dapat melewati tantangan belajar sosiologi tanpa takut salah atau merasa gagal.

Penerapan growth mindset dimulai dari bagaimana guru memandang proses belajar. Alih-alih hanya menilai murid dari hasil ujian, guru bisa lebih fokus pada perjalanan murid dalam memahami teori sosial. Misalnya, ketika murid mencoba menganalisis kemiskinan menggunakan teori Karl Marx, mungkin hasilnya belum sempurna. Tapi proses mereka dalam mencoba memahami, meski penuh kesalahan, adalah langkah besar yang harus diapresiasi. Dalam hal ini, guru perlu memberi umpan balik yang membangun, seperti, "Analisismu sudah bagus, tapi bagaimana kalau kamu coba melihat dari sisi peran kapital dalam menciptakan ketimpangan?" Dengan pendekatan seperti ini, murid tidak akan takut mencoba lagi.

Cara lain untuk menumbuhkan growth mindset adalah dengan membawa teori sosiologi lebih dekat ke kehidupan sehari-hari murid. Ketika membahas stratifikasi sosial, misalnya, guru bisa mengajak murid untuk menganalisis bagaimana pembagian kelas sosial terjadi di sekitar mereka. Apakah perbedaan akses pendidikan dan pekerjaan mencerminkan teori tersebut? Diskusi semacam ini membuat murid merasa bahwa sosiologi bukan sekadar teori, melainkan alat untuk memahami realitas mereka. Kesalahan sering kali menjadi penghambat dalam pembelajaran. Banyak murid merasa takut salah, terutama ketika berhadapan dengan teori-teori yang rumit seperti fungsi laten dan manifes. Di sinilah peran growth mindset menjadi sangat penting. Guru perlu menekankan bahwa kesalahan adalah bagian alami dari proses belajar. Saat murid salah menginterpretasikan suatu fenomena sosial, misalnya, guru bisa mengarahkan dengan berkata, "Interpretasi ini menarik, tapi bagaimana kalau kita melihatnya dari perspektif Durkheim?" Pendekatan ini membuat murid merasa dihargai sekaligus terdorong untuk berpikir lebih kritis.

Salah satu pengalaman yang paling mengesankan dalam mengajar sosiologi adalah ketika saya menerapkan proyek berbasis masalah. Murid diminta memilih satu isu sosial di lingkungan mereka, seperti pengangguran atau perundungan, lalu menganalisisnya menggunakan teori yang telah mereka pelajari. Awalnya, banyak murid merasa tidak percaya diri. Mereka menganggap teori sosiologi terlalu sulit untuk diterapkan. Namun, seiring proses berlangsung, mereka mulai melihat bagaimana teori-teori ini benar-benar "hidup" di sekitar mereka. Salah satu murid, misalnya, berhasil menganalisis pola pengangguran di desanya dengan menggunakan teori Weber tentang etika kerja. Ketika ia mempresentasikan temuannya, ada rasa bangga yang terpancar karena ia merasa telah memecahkan sebuah teka-teki sosial.

Pada akhirnya, growth mindset bukan hanya membantu murid memahami sosiologi, tetapi juga membentuk cara mereka memandang dunia. Mereka belajar bahwa kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari pembelajaran. Mereka menjadi lebih peka terhadap isu-isu sosial dan lebih percaya diri dalam menganalisisnya. Dengan pendekatan ini, pembelajaran sosiologi tidak hanya mencetak murid yang cerdas, tetapi juga individu yang kritis dan peduli pada lingkungan mereka. Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan untuk belajar dan berkembang adalah kunci keberhasilan. Dengan menanamkan growth mindset dalam pembelajaran sosiologi, kita tidak hanya membekali murid dengan pengetahuan, tetapi juga dengan keterampilan untuk menghadapi tantangan hidup. Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil, dan langkah itu bisa kita mulai dari ruang kelas kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun