Mohon tunggu...
Siti Nofiati
Siti Nofiati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru biasa yang senang menulis hal hal yang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Curhatan Guru, di Hari Guru

25 November 2024   09:27 Diperbarui: 25 November 2024   10:18 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap tanggal 25 November, kita memperingati Hari Guru, sebuah hari yang seharusnya menjadi momen untuk memberi penghargaan kepada para pendidik kita. Namun, jika kita lihat lebih dalam, apa yang sebenarnya kita rayakan? Apakah sekadar memberikan ucapan atau apakah kita benar-benar menghargai betapa besar pengorbanan seorang guru?

Jika bicara tentang guru, rasanya hari guru justru bisa jadi refleksi tentang seberapa berat dan kompleksnya tantangan yang dihadapi para guru di masa sekarang. Mereka bukan hanya dituntut untuk mengajar dengan cara yang lebih modern, lebih kreatif, dan lebih sesuai dengan perkembangan zaman. Lebih dari itu, mereka juga harus tahan banting menghadapi segala macam tekanan baik dari orang tua murid, pihak sekolah, bahkan seringkali masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami kondisi mereka. kadang bisa dibilang, mereka itu dihadapkan dengan beban yang nggak seimbang antara harapan dan kenyataan.

Mari kita coba bayangkan sejenak. Seorang guru datang pagi-pagi ke sekolah dengan harapan bisa memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga, menyusun materi, merancang cara mengajar yang kreatif, dan mungkin bahkan mengorbankan waktu pribadi untuk membuat pelajaran jadi lebih menyenangkan. Tapi, apa yang terjadi? Begitu pulang, ada saja komplain dari orang tua, dari atasan, atau bahkan komentar-komentar miring di media sosial. "Kok nilai anak saya jelek?" atau "Kenapa sih anak saya nggak bisa paham materi ini?" Bahkan, tak jarang ada yang menyalahkan guru tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi di kelas.

Kita sering mendengar keluhan dari orang tua tentang kualitas pengajaran, dan kadang, tanpa sadar kita ikut terjebak dalam budaya yang mengharuskan segala sesuatu serba sempurna. Nilai murid harus selalu tinggi, murid harus selalu paham dengan materi, dan tentu saja, guru tidak boleh membuat kesalahan. Di sisi lain, guru bekerja dengan gaji yang tak sebanding dengan beban yang mereka pikul, harus ekstra sabar menerima kritik, dan kadang tak mendapat apresiasi yang sebanding dengan usaha mereka. Bahkan, terkadang ada yang lupa bahwa guru bukanlah robot yang selalu bisa memberikan hasil sempurna tanpa henti.

Satu hal yang sering dilupakan banyak orang adalah, guru itu hanya manusia biasa. Mereka juga punya batas, punya hari buruk, dan mungkin nggak selalu bisa memenuhi semua harapan yang ada. Dengan segala tekanan yang datang, seolah menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang harus serba sempurna. Seakan nggak boleh ada kesalahan. Padahal, dengan gaji yang relatif pas-pasan dan beban kerja yang bisa dibilang luar biasa, siapa sih yang bisa selalu tampil sempurna setiap saat? Kalau ada kesalahan, yang disorot malah gurunya. Jarang yang mengerti bahwa sering kali, kesalahan itu terjadi karena keterbatasan waktu, dukungan yang minim, atau bahkan masalah di luar kelas yang nggak ada hubungannya dengan pengajaran. Sayangnya, zaman sekarang ini justru terlihat bahwa penghargaan lebih sering diberikan kepada hal-hal yang bersifat instan dan tampak di luar, bukan pada kerja keras yang terkadang tak terlihat. Orang-orang lebih fokus pada hasil akhir seperti ujian atau nilai rapor daripada proses panjang yang harus dijalani untuk mencapai itu semua.

Yang lebih menyedihkan lagi, seringkali kerja keras seorang guru nggak mendapatkan apresiasi yang layak. Apa yang sudah mereka lakukan untuk membantu murid memahami pelajaran, atau bahkan membimbing mereka dalam hal-hal yang jauh lebih penting daripada sekadar nilai, sering kali dianggap remeh. Bahkan, mungkin hanya segelintir orang yang benar-benar menyadari betapa banyak waktu, energi, dan dedikasi yang mereka curahkan.

Padahal, guru itu bukan hanya sekadar pengajar. Mereka juga adalah mentor, teman, dan kadang-kadang, tempat curhat bagi murid yang sedang punya masalah. Dan ini semua mereka lakukan dengan sepenuh hati, meski sering kali hasilnya nggak langsung terlihat. Apresiasi yang paling mereka butuhkan bukanlah sekadar ucapan terima kasih, tapi pengakuan bahwa peran mereka itu penting, dan bahwa tidak semua orang bisa melakukan pekerjaan yang mereka jalani dengan tulus.

Di Hari Guru, sudah sepantasnya kita lebih dari sekadar memberikan ucapan, "Selamat Hari Guru!" yang mungkin hanya berakhir di media sosial. Lebih dari itu, kita harus mampu memberi penghargaan yang lebih mendalam atas kerja keras, dedikasi, dan pengorbanan yang mereka lakukan. Seorang guru, apalagi di zaman sekarang, sering kali tak hanya berperan sebagai pengajar. Mereka adalah konselor, motivator, dan bahkan orang tua kedua bagi banyak murid. Semua itu dilakukan dengan hati, meski sering kali tidak mendapat perhatian yang cukup. Bayangkan, seorang guru menghabiskan berjam-jam menyiapkan materi, menyelesaikan administrasi, memberikan bimbingan di luar jam pelajaran, dan bahkan kadang harus mendalami masalah pribadi murid yang sulit mereka cerna. Dan pada akhirnya, setelah semua usaha itu, ada kalanya apresiasi yang datang tak sesuai dengan pengorbanan yang mereka lakukan. Mungkin hanya segelintir orang yang benar-benar memahami betapa besar kontribusi seorang guru. Namun di balik kesulitan itu, mereka tetap terus mengajar dengan sepenuh hati.

Hari Guru seharusnya menjadi momen untuk kita semua merenung dan lebih memahami bahwa guru adalah manusia biasa. Mereka juga berhak untuk merasa lelah, berhak membuat kesalahan, dan berhak untuk dihargai. Kita sering lupa bahwa keberhasilan seorang murid, bahkan keberhasilan bangsa kita, tak bisa lepas dari peran seorang guru. Jadi, sudah seharusnya kita memberi lebih dari sekadar ucapan. Mari memberikan apresiasi nyata yang bisa dilihat dan dirasakan oleh para guru. Mungkin, kita bisa mulai dengan cara yang sederhana. Mendengarkan keluh kesah mereka, memberikan dukungan moral, dan lebih mengapresiasi usaha mereka dalam proses belajar mengajar. Karena yang terpenting bukanlah sekadar hasil akhir, tetapi bagaimana seorang guru dengan tulus mencurahkan segala energi dan waktunya demi masa depan murid mereka.

Jadi, di Hari Guru ini, mari kita renungkan kembali peran para guru dalam kehidupan kita. Mereka bukan hanya mengajar, tetapi juga membentuk karakter, memberi inspirasi, dan memberi harapan. Di balik setiap kata yang mereka ucapkan di kelas, ada upaya untuk menciptakan perubahan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Sehingga, sebagai masyarakat, kita tidak hanya merayakan Hari Guru dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata untuk lebih menghargai mereka. Karena guru memang layak mendapatkan lebih dari sekadar sekedar ucapan selamat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun