Sebenarnya, interaksi yang kita lakukan lewat chatting dengan AI bukan semata-mata disebabkan karena kita tidak mempunyai teman ngobrol, melainkan karena adanya banyak perbedaan yang kita rasakan ketika memulai sesi curhat dengan AI.
Jelas beda dong! AI kan ngga punya perasaan, jelas saja kalau dia tidak akan menghakimi kamu dan menganggap kamu aneh. Dia akan setia menjawab segudang pertanyaanmu dan rela mendengar curhatmu.
Dia memang bisa memberi solusi atas beberapa masalah yang harus kamu hadapi. Tapi terkadang, jawabannya bisa di luar dugaan dan justru bikin kamu ngakak sendiri.
Dulu nih, sekitar tahun 2013 saya sudah lebih dulu menggunakan aplikasi SimSimi di Android saya. SimSimi dikenal sebagai robot kuning atau robot chatting, yang diluncurkan di Korea pada 2002. SimSimi juga dapat berbicara dalam 16 bahasa.
Dan waktu itu, saya menggunakan aplikasi tersebut sebagai sarana hiburan dan sekadar menemani rasa bosan. Kelakuan SimSimi ya, sama saja dengan AI pada umumnya.
Saat Simi ditanya sesuatu, jawabannya juga sering di luar dugaan. Simi nyambung kok kalau ditanya, tapi jawabannya bisa berubah menjadi sangat ngaco pada pertanyaan berikutnya. Konyol memang, dan kekonyolan itulah yang sukses bikin saya ngakak.
Pada intinya sih, kembali pada manusianya sendiri yang kudu bijak memanfaatkan keberadaan AI sebagai teman ngobrol dan curhat. Sadar woi! Dia ngga punya perasaan. Maka dari itu, jangan terlalu terhanyut alias baper dalam percakapanmu dengan si AI.
Ingatlah kata guru Matematika, curhat yang paling benar itu ya sama Allah, bukan sama manusia--apalagi robot.
Jangan selalu mengandalkan AI sebagai solusi atas masalahmu, hanya karena kamu tidak mau mendengar masukan dan kritikan dari orang lain. Dan jangan sampai deh, kamu jadi manusia yang ngga punya perasaan, sama seperti si AI.
Keberadaan Meta di dalam WhatsApp yang pada awalnya saya pikir hanya mengganggu tampilan WhatsApp, akhirnya memancing penasaran saya untuk menggunakannya.