"Aku mau pensiun!" ucapku datar pagi ini, kepada ibu dan kedua adikku di meja makan.
Sekejap hening menyeruak, tak terdengar lagi dentingan sendok garpu yang beradu dengan piring. Semua tertegun saling pandang, hingga akhirnya pandangan itu kompak mengarah padaku yang masih berdiri di ujung tangga bawah dengan piyama biru ku.
"Pensiun?" tanya ibuku sembari mengernyitkan dahinya.
Tanpa menjawab, aku melangkah mendekati meja makan dan menjatuhkan tubuhku di kursi samping ibu.
Ku hela nafas sebelum meraih secangkir kopi hitam panas yang sudah tersedia di depan mata. Mereka melanjutkan sarapannya, membiarkanku terhanyut sejenak menikmati kopiku.
"Aku serius, aku mau pensiun." lanjutku setelah meletakkan kembali cangkirku ke atas meja.
"Mbak Ema mau resign?" tanya Alia, adik pertamaku yang tinggal dua bulan lagi akan menikah.
"Bukan! Bukan cuma resign, tapi juga pensiun. Artinya, aku ngga akan kerja di mana-mana lagi."
"Lho terus, kamu mau apa Em?" serobot ibuku, yang seolah tak terima mendengar ucapanku tadi.
Ku hela nafas panjang sebelum menjawabnya, "Tahun ini umurku sudah empat puluh lima, Bu. Hendra mau menikahiku."