Dalam perjalanan pulang, Clara menangis tersedu. Ia benci harus bertemu lagi dengan lelaki yang telah mengkhianatinya dengan sahabatnya sendiri. Ingatan dalam memorinya terputar kembali, saat ia mendapati Lia sahabatnya sedang memasak di unit apartemen milik Ferry.
Tak hanya itu, bahkan ibu dari Ferry yang juga ada di sana terang-terangan lebih memilih Lia menjadi menantunya dibanding Clara yang berasal dari keluarga sederhana.
Tak terima harga dirinya diinjak, pada saat itu juga Clara melepas cincin tunangannya, dan melemparnya ke wajah Ferry. Lelaki yang hanya bisa diam dan tak mau memperjuangkan dirinya di hadapan sang ibu. Lengkap sudah sakit hati Clara. Waktu itu Clara memang bukan siapa-siapa, ia bukanlah artis terkenal seperti sekarang.
Clara mengusap air matanya, dan bersiap turun dari mobil karena mereka sudah hampir sampai. Namun ternyata Ferry tak menyerah, lelaki itu telah sampai lebih dulu dan berdiri di depan pagar rumah Clara.
"Wah, hebat ya! Bisa tau rumah gue." dengan nada mengejek Clara bertepuk tangan. "Mau apa?"
"Maaf." jawabnya singkat memandang wajah Clara.
"Maaf? Merasa berbuat kesalahan? Lo dan keluarga lo udah lebih dari cukup nyakitin gue. Pergi dari sini! Gue ngga mau berurusan sama suami orang."
"Ra..! Aku tau aku salah, ibu aku udah sakitin kamu. Dan Lia....."
"Apa? Cukup ya! Jangan pernah datang lagi!"
Clara berlalu begitu saja, menekan sekuat tenaga rasa cintanya yang masih tersisa untuk Ferry di relung hatinya yang terdalam.
Ferry sudah salah menduga, ia kira ia akan pulang dengan mendapat maaf yang tulus dari Clara. Maaf yang begitu berarti, karena tiga kali keguguran yang dialami Lia, dianggapnya sebagai karma atas perbuatannya yang telah mencampakkan Clara di masa lalu.(*)