"Ya, benar. Tuan Carlos memberiku banyak tugas hari ini. Apa kau juga baru sampai?"
  Pertanyaan itu belum sempat terjawab, karena si kecil Pamela menyerobot di sela-sela kedua orang tuanya. Gadis itu tampak antusias. Malam itu pun berlalu seperti biasa, seolah hujan telah menyapu hati yang berkecamuk.
  Hari berganti, pohon holly di balik jendela kamar Nivea tak berayun seperti kemarin. Namun sejuta titik embun itu tak mampu menghalangi Nivea untuk melangkah ke istana.
"Kau datang lagi, Nyonya?"
"Maafkan aku, Yang Mulia. Tapi kedatanganku kali ini untuk....."
  Sebuah ketukan pintu memotong kalimat Nivea. Baginda Raja pun mempersilahkan pengawalnya masuk untuk memberi kabar bahwa pangeran George juga datang.
  Setelah meminta persetujuan Nivea, maka Baginda Raja mengizinkan menantunya itu untuk masuk.
"Kebetulan sekali Anda datang, Pangeran. Aku harus mengatakan pada kalian bahwa... Yang Mulia tuan putri Nicole dilindungi oleh seratus penyihir hitam. Nona Eleanor yang mengatakannya padaku. Selama ini ia telah menyelidikinya."
"Apa hal itu ada kaitannya dengan para penyihir di Pulau Aurora?"
"Tepat Pangeran! Anda dan tuan putri harus kembali ke sana dan melakukan ritual pelepasan pada tanggal ganjil. Tapi kau, harus berhasil mengumpulkan seratus penyihir yang tepat. Ketika ritual itu berhasil, maka pusaran hitam yang menyelimuti suamiku akan memudar sendirinya. Maka pengkhianatan tuan putri dengan suamiku jelas akan berakhir."
  Pangeran George dan Baginda Raja malah saling melempar pandang. Tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh mereka, bahwa putri Nicole yang hatinya dipenuhi dengan ketulusan justru dilindungi oleh para penyihir hitam.(*)
Baca juga akhir kelanjutan kisah ini :
- Abadinya Sihir Hitam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H