Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Andai Oktober Tak Pernah Ada

11 Februari 2024   08:15 Diperbarui: 12 Februari 2024   20:35 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Lelaki itu mengangguk, "Tentu Nona. Tapi, hanya tiga hari. Anda tidak bisa menawar waktu. Dan jangan berharap mereka dapat melihat keberadaan Anda. Anda sudah berbeda alam dengan mereka, Nona."

"Tiga hari? Lalu setelah tiga hari.....?"

"Anda harus kembali untuk ikut dengan Saya. Untuk menyelesaikan urusan Anda dengan Sang penguasa alam. Dan pada saat itu, Saya harap Anda sudah lebih tenang dan menerima kenyataan."

Laura mengangguk, tanda setuju pada ucapan lelaki itu. Ia pun segera berlari setelah dipersilahkan pergi, memanfaatkan kesempatan yang diberikan.

Dalam waktu yang singkat, Laura harus dapat membagi waktunya untuk menemui Rey dan keluarganya sendiri dalam tiga hari ini. Dan pada hari pertama, langkah sendu itu membawanya menemui Rey. Lelaki yang sangat disukainya namun belum pernah dimilikinya selama hidup.

"Walau kita ngga bisa sama-sama, setidaknya kamu tau Rey, aku sayang..... banget sama kamu." ucap Laura seraya memandangi wajah Rey yang sedang menunduk, membaca sesuatu di meja kerjanya. "Aku seneng kok, bisa nyelametin kamu. Aku ngga marah sama kamu, Rey. Karena kejadian itu, akhirnya kamu tau kan, kalau Tita bukan perempuan yang baik? Dia mau bunuh kamu, Rey. Dia mau tabrak kamu. Sebenarnya dia ngga pernah mau dijodohin sama kamu."

Seolah dapat merasakan kehadiran Laura di sisinya, Rey menghela nafas. Lelaki itu membuka ponselnya, jemarinya menuju tempat dimana banyak foto-foto tersimpan di sana. Pandangan Laura pun ikut tertuju kepada layar ponsel itu. Laura tersentak mendapati Rey memandangi sebuah foto yang tak lain adalah dirinya. Rey memandang foto Laura dan mengucapkan kata maaf berkali-kali hingga menitihkan air mata.

"Maafin aku, Laura. Harusnya kamu ngga perlu nyelametin orang bodoh kayak aku."

"Ngga Rey, ngga... Kamu ngga perlu minta maaf, bukan salah kamu. Kalau waktu itu aku ngga ada di sana, mungkin kamu yang udah mati ditabrak sama Tita." percuma saja Laura bicara, toh si Rey tidak bisa mendengar ucapannya.

Seharian ini Laura terus mengikuti ke mana pun Rey melangkah. Kecuali, saat Rey masuk ke dalam kamar mandi. Laura tidak segila itu membuntuti Rey. Dan hari ini Laura jadi tahu, bahwa Rey sangat merasa bersalah telah menjadi penyebab kematian dirinya.

Di hari kedua, Laura menghampiri satu persatu anggota keluarganya. Ia hanya dapat menangis, memandangi wajah-wajah itu dan tetap memohon maaf kendati ucapannya tak kan pernah bisa didengar lagi. Sekaligus mengucap kalimat perpisahan yang menyayat hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun