Sebagai pengguna aktif jasa layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, saya ingin membagikan sedikit pengalaman saya dan keluarga.
Mengingat banyaknya keluhan dari pasien BPJS yang mengaku tidak dilayani, penanganan yang lambat, dipersulit dan bahkan mendapatkan perlakuan kurang baik dari pihak klinik atau rumah sakit. Pada kenyataanya hal tersebut tidaklah selalu dapat dijadikan acuan.
Meski berada di level BPJS kelas 3, syukurlah kami sekeluarga selalu dihadapkan dengan kemudahan ketika harus menggunakan layanan BPJS. Namun tentu saja, sebagai pengguna kita harus punya kesabaran ekstra selama mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pihak BPJS pusat.
Cerita berawal pada pertengahan Desember 2021, di mana kala itu ibu saya mengeluhkan rasa nyeri di bagian sekitar perut dan sesak di hulu hati. Praktis kami menduga asam lambung beliau sedang tinggi. Karena gelaja-gejala seperti itulah yang biasanya juga saya rasakan sebagai sesama penderita asam lambung. Namun karena sakit beliau tak kunjung reda hingga malam hari, kami pun mengantarnya ke UGD RS FMC Bogor. Setelah menunggu beberapa menit, seorang perawat segera menghampiri kami untuk mengecek kondisi ibu. Tak lama pula, seorang dokter jaga kembali memeriksa kondisi ibu dan memutuskan untuk memberi suntikan pereda sakitnya.
Setelah menunggu reaksi obat, kami pun diperbolehkan untuk pulang. Lagi pula kondisi ibu sudah tampak cukup membaik karena pengaruh obat tersebut. Tapi sayangnya dalam hitungan hari, kondisi ini berulang hingga 3 kali kami harus bolak-balik masuk ruang UGD untuk mengantar ibu.
Setelah menangani dan melihat rekam medis ibu saya, seorang dokter menyarankan agar secepatnya kami kembali ke faskes awal guna meminta rujukan ke poli penyakit dalam. Lantas kami mengikuti saran tersebut dan mendapatkan surat rujukan ke poli penyakit dalam RS FMC Bogor.
Di rumah sakit tersebut, ibu saya berkonsultasi dengan dr. Christy ( spesialis penyakit dalam ). Beliau pun kembali mengecek kondisi ibu saya sampai akhirnya dr. Christy memutuskan untuk menjadwalkan tindakan USG abdomen di minggu berikutnya.
Seminggu kemudian, hasil USG abdomen menunjukkan bahwa terdapat batu yang bersarang di dalam kantung empedu ibu saya. Dan dr. Christy menjelaskan bahwa proses terbentuknya batu tersebut selama 10 tahun, hingga saat itu telah berukuran sekitar 1,2 cm. Terbentuk karena selama ini ibu sering mengkonsumsi goreng-gorengan serta kuah-kuah santan.
Operasi adalah satu-satunya jalan mengingat ukuran batu empedu yang sudah cukup besar. Kendati mengetahui obat tak dapat lagi menghancurkan batu tersebut, dr. Christy tetap memberi resep untuk ibu. Sekaligus keputusan untuk merujuk ibu ke RSUD Ciawi. Karena untuk wilayah Bogor, hanya RSUD Ciawi lah satu-satunya yang memiliki dokter bedah digestive.
Di RSUD Ciawi kami harus memulai observasi kembali dari awal. Dengan penuh kesabaran kami ikuti saja alur yang ditetapkan rumah sakit dan BPJS, hingga kami harus beberapa kali bolak-balik ke sana. Dan pada akhir Januari 2022 ditetapkan jadwal operasi ibu saya jatuh di tanggal 10 Maret 2022.