Mengutip halaman wikipedia, 7-Eleven (yang lebih populer di Indonesia disebut Sevel) didirikan pada tahun 1927 di Oak Cliff, Texas. Nama 7-Eleven mulai digunakan pada tahun 1946. Sebelum toko 24 jam pertama dibuka di Austin, Texas pada tahun 1962, 7-Eleven buka dari jam 7 pagi hingga jam 11 malam yang maka itu dinamakanlah 7-Eleven.
Tahun 1991, Southland Corporation yang merupakan pemilik 7-Eleven, sebagian besar sahamnya dijual kepada sebuah perusahaan jaringan supermarket asal Jepang, Ito-Yokado.
Sevel sendiri masuk ke Indonesia dibawah naungan PT. Modern Putraindonesia, tepatnya pada 7 November 2009 dengan gerainya yang pertama berlokasi di Bulungan, Jakarta Selatan. Dengan mengusung konsep convenience store, yaitu sebuah toko yang memiliki variasi jenis produk yang sering dibeli/ dicari oleh pelanggan. Rata-rata luas lantai pada tokonya berukuran dari 350 meter persegi dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini.
Hingga sampai di tahun 2012, dilaksanakan pembukaan gerai sevel yang ke-100. Dan pada Desember 2014 gerai sevel telah mencapai 190 gerai yang tersebar di sejumlah daerah. Di masa inilah sevel sedang naik daun, keberadaannya di lokasi yang strategis mudah dijangkau oleh siapapun. Digandrungi anak-anak muda karena selain banyaknya pilihan jajanan yang dijual, sevel juga dijadikan tempat yang paling pewe buat mereka duduk-duduk nongkrong, kumpul bareng teman.
Namun seiring waktu, pada kenyataanya sevel harus bersaing sangat ketat dengan beberapa ritel yang memiliki konsep bisnis yang serupa seperti Lawson, Family Mart serta Indomaret Poin. Hingga pamornya mulai redup pada awal tahun 2017 hingga akhirnya mengalami kebangkrutan.
Mengutip dari suara.com, penyebab bangkrutnya sevel adalah seperti yang dikatakan oleh Rosan Roeslani yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang Industri. "Orang beli satu Coca Cola, tapi nongkrongnya dua sampai tiga jam. Jadi tidak sesuai model bisnisnya. Akhirnya marginnya dan volume penjualannya tipis, terus mereka sewa tempat yang luas, biaya sewanya tidak tertutupi."
Dan keputusan akhir, PT. Modern Internasional Tbk menutup seluruh gerai sevel yang berada di bawah manajemen anak usahanya PT. Modern Sevel Indonesia pada 30 Juni 2017.
Tentu keputusan ini sangat menyedihkan bagi banyak pihak. Terutama bagi para karyawan sevel yang pada saat itu harus kehilangan pekerjaan. Sepanjang waktu dan tenaga yang mereka curahkan disana, hanya tinggal cerita. Dan semua cuma bisa dikenang untuk kita yang sempat menikmati masa-masa nongkrong di sevel.
Pastinya menjadi pelajaran berharga yang dapat dipetik dan terus diingat bagi kaum pebisnis ritel serupa sevel, untuk menentukan model bisnis yang lebih relevan diterapkan dengan kondisi, perilaku kebiasaan serta daya beli masyarakat kita. Karena dengan melakukan ekspansi sekalipun, nyatanya belum tentu dapat menghasilkan apa yang sesuai dengan ekspektasi.
Jika di kemudian hari segala kondisi memungkinkan bagi sevel untuk kembali eksis di Indonesia, maka setujukah anda? Entahlah, semua orang memiliki opininya sendiri.