Dalam senja kulihat dia tenggelam
Dan aku mulai memasuki malam penuh bintang
Tak terhitung berapa bintang yang menghiasi dalam kegelapan
Yang meredupkan dalam pandangan
Mimpi mulai dibangun
Penyesalan bukan penyesalan Â
Hanya aku disini yang belum mengerti apa itu makna sebuah perjalanan
Yah... memang dalam sebuah perjalanan itu kita menemukan hal baru Â
Dalam perjalanan selalu ada pergantian antar perjumpaan dan pertemuan Â
Namun tak semudah itu ku meninggalkan apa yang selama ini pernah kutemui
Sejatinya aku pernah mengalami itu Â
Dan aku tak takut lagi takut jika memang aku akan meninggalkan atau pun ditinggalkan
Karena sejatinya bukan itu Â
Sejatinya semua perjalanan itu slalu bersama kita jika kita masih terus berjalan Â
Yang sebenarnya kau tinggalkan ialah jika kau berhenti untuk berjalan
 (Hiruk piuk tepuk tangan dan takbir terdengar kemudian menyambut penghujung talkshow musim ini)
--(*)--
Arlojiku sudah menunjukan pukul 11.00 WIB. Terlihat dari jendela kaca yang terpasang indah dengan hiasan korden  di tepinya. Matahari semakin  bersemangat dalam memancarkan sinar mematuhi titah Tuhannya. Begitu pun semangat para
santri  yang kian membara untuk menggemakan takbir meski suhu udara yang kian tinggi.
"Allahu Akbar!" Â
"Allahu Akbar!"
Aku berjalan dengan mataku yang tak mampu beralih pandangan kecuali pada mereka. Kuterkagum dengan kuasa Allah yang membimbingku sampai pada detik ini. Yang selalu membantu, memudahkan urusan dan niat ku dalam jalan ini. Tahun ini adalah misi tahun ke-2. Misi yang membuatku lebih termotivasi untuk terus berjalan dengan rindu -- rindu dengan saudara muslimku yang aku yakin akan bisa berjalan dalam jalan Allah bila kita saling pertemukan rindu itu. Â
" Kak Hasna!" suara itu terdengar berburu tepat mendekatiku.
" Iya?" ku menoleh dengan senyum tenangku sambil meneliti siapakah pemilik suara itu.
"Kak Hasna!" memanggil dengan tangan meraih memeluk pundakku.
" Misel? Alhamdulillah." Kulihat wajah mungil yang kini tengah mengalir air di pipinya.
Kupeluk erat tubuh kecil mungil itu. Aku tak menyangka kita bisa dipertemukan kembali, dengan keadaan yang sangat jauh berbeda dari saat itu. ketika sebulan lalu kita bertemu di depan masjid setelah aku mengisi acara dalam pangajian muslim. Masih teringat jelas, ketika itu aku mengajaknya masuk ke masjid ketika mungkin yang lain hanya mengabaikannya. Hanya membuang pandangan sejenak lalu beralih. Tapi aku yakin dalam hatiku bahwa misi hijrahku yakni hijrah bersamamu. Yah, bersamamu saudaraku. Siapapun kamu. Â
"Kak, aku sangat bersyukur dipertemukan dengan orang sepertimu. Sungguh hidayah itu telah kudapatkan. Terima kasih yang tak pernah lelah mengajakku dalam kebaikan. Yang tak pernah gentar walau aku yang sering menyakiti sesama muslim. Aku bertobat, kak." Tangis pun haruh dalam waktu yang terus mengalir.
"Sudah, kini jangan pernah mainkan hijrahmu. Ciptakan hijrahmu bukan sekedar ingin perbaiki dirimu sendiri. Tapi kini ciptakanlah sebuah misi dalam hijrahmu yang mana misi itu nanti yang akan menguatkan selalu hijrah kita dan hubungan kita dengan Allah." Ku hapus air mata di pipi itu. Dan ku sematkan senyum dalam wajahnya.
Terdengar adzan tlah berkumandang, bergegaslah para santri berbondong mengambil air wudhu. Sebagian menjalankan ibadah sunah. Terlihat langkah bahagia mereka dalam tapak-tapak kepastian iman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H