Persepsi mengawali seseorang bersikap positif atau bersikap negatif. Sebagai contoh, dapat dilihat dari warna-warninya suatu produk iklan. Ada warung makan yang 'mengecat' tampilan warungnya dengan warna cerah dan berani seperti warna kuning, hijau bahkan merah. Lampunya terang benderang di malam hari. Ini adalah upaya menarik perhatian konsumen.
Setelah tertarik karena panca indera: mata, konsumen mendengar (telinga) cerita tentang cita rasa dan macam menu di rumah makan tersebut. Persepsi konsumen tersebut membuat sikap positif atau sikap negatif pada dirinya terhadap warung makan tersebut.
Konsumen itu akhirnya mendatangi dan mencoba makan di warung makan tersebut. Akibatnya, semua panca indera melakukan perannya (hidung mencium aroma masakan, lidah merasakan rasa masakannya) yang akhirnya memunculkan sikap positif atau sikap negatif terhadap warung makan tersebut. Sikap positif dan sikap negatif ini akan terlihat apakah konsumen tersebut akan datang lagi? Apakah 'akan terus' merekomendasikan warung makan ini?
Banyak alasan seseorang tidak dapat berperilaku sesuai sikap positif dan sikap negatifnya. Mungkin yang bersikap positif terhadap warung makan tersebut, tidak mau datang lagi karena jauh dari rumahnya. Mungkin juga sudah banyak warung makan warna warni tersebut, yang dinilai sama, sehingga konsumen tersebut mencoba warung makan warna warni lainnya.
Begitu juga yang mempunyai sikap negatif terhadap warung makan tersebut. Konsumen yang mempunyai sikap negatif mungkin terpaksa mendatangi dan makan di warung makan warna warni tersebut karena lapar dan tidak ada lagi warung makan lain di sekitarnya. Mungkin juga teman 'gank'nya (termasuk cewek incarannya) mengajak makan di warung tersebut.
Menjelang 14 Februari 2024, setiap individu Indonesia yang mempunyai hak pilih (204.807.222 pemilih) sedang membangun dan dibangun persepsi dan sikapnya masing-masing.Â
Saat ini spanduk, _banner_, dan iklan yang besar berseliweran di semua pinggiran jalan dan media. Ini semua untuk 'menganggu' persepsi pemilih. Setelah itu, diskusi terbuka, temu relawan, olah raga bersama dan kegiatan lainnya mengumpulkan massa, merupakan cara membangun sikap pemilihnya.
Para pemilih sejatinya 'datang' atas kemauan sendiri. Akan tetapi masih banyak berita media yang menyatakan bahwa 'simpatisan' yang didatangkan dan 'dimobilisasi' untuk datang. Bahkan untuk mendatangkan 'pemilih', Cacapres dan Cacawapres mendatangkan artis, penyanyi, band, ustadz dan lain sebagainya agar menarik perhatian.
Sejatinya cukup penyebaran undangan. Dengan demikian terlihat jelas bahwa acara yang dilakukan oleh Cacapres dan Cacawapres itu merupakan hasil dari membangun persepsi atau sikap positif pemilihnya.
Setelah perlahan sikap positif dan sikap negatif pemilih terbentuk, selanjutnya berharap sikap positif dan negatifnya dapat mengarahkan perilakunya untuk menentukan pilihannya.Â
Saat ini, ada yang bersikap positif terhadap Perubahan, ada yang bersikap positif terhadap Keberlanjutan Indonesia Unggul dan ada yang bersikap positif terhadap Politik Dinasti. Inilah yang membuat menariknya belajar tentang persepsi, sikap dan perilaku.