Hate speech di Indonesia sangat beragam bentuknya, mulai dari persoalan politik, sosial ekonomi, agama hingga kehidupan sehari-hari. Ada banyak kasus dan konflik kekerasan di Indonesia yang dimulai dari tindakan intoleransi. Sebagai contoh, kekerasan terhadap Ahmadiyah (2005), pengusiran komunitas Syiah Sampang (2012), atau yang menimpa Komunitas Muslim Torikara (2015). Gejala dan pemicunya dimulai dari kebencian, penyesatan, stigma, dan diperparah lagi dengan diskriminasi pemerintah, hingga berakhir dengan kekerasan.
Ujaran kebencian bukan hanya ditujukan kepada manusia, tetapi juga dasar negara Indonesia Pancasila, turut menjadi sasaran. Padahal, sebagaimana dikatakan Azyumardi Azra, Pancasila menjadi prinsip dasar yang menekankan politik pengakuan atau prinsip penerimaan siapa pun yang menjadi bagian dari bangsa, 26 Selain melalui dunia "offline" (seperti pidato, ceramah, dan pertemuan- pertemuan), hate speech disampaikan melaui dunia "online" atau media sosial (seperti WhatsApp, Twitter, Facebook, dan sebagainya) yang jumlahnya jauh lebih besar seperti penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian. 27 Pengguna Facebook di Indonesia cukup banyak jumlah (lebih dari 125 juta, terbesar setelah India, Amerika Serikat, dan Brasil, menurut data dari perusahaan tahun lalu).
     Ujaran kebencian yang disampaikan melalui teknologi komunikasi baru ini juga telah dan sedang mempengaruhi masyarakat Muslim melalui: a. media baru atau digital b. cara berkomunikasi komunitas baik secara internal maupun eksternal menjadi beragam. Kemudian, muncul istilah e-Islam, e-propaganda, e-dakwa, e-jihad, dan sebagainya. Aktivitas-aktivitas mereka di media baru dipengaruhi oleh "Cyber Islamic Environments" (CIES). Dengan demikian, tidak mengherankan jika para sarjana studi Islam saat ini harus berpikir dengan serius mengenai pengaruh antara agama dan media. Heidi A. Campbell menyebut kemunculan wacana-wacana agama di media baru dengan istilah "digital religion"  Menanggapi semakin meluasnya hate speech di media sosial ini, pemerintah Indonesia telah mengambil sikap tegas dengan kelompok media sosial. Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informasi Indonesia periode 2014-2019, mengatakan bahwa pemerintah "memberikan denda bagi perusahaan yang tidak menghapus hate speech dan berita palsu". Perusahaan seperti Facebook, Twitter, dan Google "memiliki kewajiban untuk membuat pasar yang sehat dan berkelanjutan dan menolak "rezim sensor" (regime of censorship).Pemerintah Indonesia juga tidak akan ragu untuk menghapus semua konten yang dianggap berpotensi mengancam persatuan Indonesia, seperti radikalisme dan terorisme.
Komitmen pemerintah dan lembaga pemilihan umum terhadap bahaya hate speech pada tahun politik (Pemilu Daerah tahun 2018 dan Pemilihan Presiden tahun 2019) telah melakukan langkah positif. Dalam hal ini menteri Komunikasi dan Informasi,Badan Pengawasan Pemilihan Umum, dan Komisi Pemilihan membuat perjanjian kepada pemilik media sosial agar tidak melakukan hate speech pada tahun politik, yaitu: Google, Facebook, Twitter, Telegram, BBM, LINE, BIGO LIVE, Live.me Indonesia and meTube. Perbedaan pandangan politik, apalagi mengatasnamakan agama, tidak seharusnya menjadikan diri seseorang atau kelompok melakukan ujaran kebencian.
Dampak yang Diakibatkan Oleh Hate Speech Di media sosial
      Dampak dari Hate Speech  melalui media adalah:
Ujaran kebencian yang bersifat personal atau dihadapkan kepada orang tertentu seperti penghinaan atau pencemaran nama baik, dapat dikucilkan masyarakat bahkan dapat menyebabkan efek psikologis seperti munculnya trauma.
Ujaran kebencian berperan penting dalam terciptanya ketegangan sosial seperti polarisasi berdasarkan kelompok identitas.
     Ujaran kebencian dapat menimbulkan wacana permusuhan antar kelompok satu dengan kelompok lainnya. Isu yang dibentuk biasanya adalah bahaya aliran sesat dan budaya lokal, serta hal yang berbau politik seperti permusuhan antara kelompok pendukung pemerintahan dengan kelompok oposisi (Ahnaf & Suhadi 2014).
Pandangan Al Qur'an pada hete speech
   Al-Qur'an merupakan sebuah kitab suci yang menjadi panduan bagi umat manusia di dalam berinteraksi dengan sesama. Panduan dalam beriteraksi dengan baik, diantaranya dengan mengunakan bahasa layyinn, ma'rufn, sadidn, balghn dan karmn. Sebaliknya, Al-Qur'an melarang manusia untuk menggunakan bahasa yang mengepresikan kebencian, mengandung ghibah, namimah, humazah dan lainnya di dalam beriteraksi dalam kehidupan sosial.
    Ujaran kebencian merupakan tindakan yang mampu membuat orang lain tersakiti oleh suatu perkataan atau tulisan yang dipublikasikan. Ujaran kebencian merupakan suatu ahlak tercela yang sudah barang tentu kegiatan ujaran kebencian tersebut sangat dibenci oleh agama-agama apapun dan di mana pun. Keberadaan agama dan pengikutnya seyogyanya mampu memberikan rahmat bagi seluruh alam.
    Di dalam Al-Qur'an, ujaran kebencian dapat diklasifikasi ke beberapa karakteristik berikut:
QS.al hujarat ayat 49
    Penghinaan terhadap orang lain adalah bentuk kesombongan yang hanya melihat dari kebaikan pribadi, padahal yang maha mengetahui atas kebaikan dan kemuliaan orang lain adalah Allah Swt. Sehingga dengan demikian, Islam sepakat dan Al-Qur'an menjelaskan larangan akan penghinaan kepada orang lain.
Qs.al isra 53
Perbuatan TidakMenyenangkan  Ayat ini menjelaskan peran setan bahwa manusia bisa melakukan apa saja ketika dikalahkan oleh setan. Setan akan selalu bersembunyi dibelakang manusia serta berusaha memberikan bibit pemusuhan serta perselisihan antar manusia. Kata yanzi'u pada ayat di atas memberikan arti bahwa perbuatan yang tidak menyenangkan orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H