Mohon tunggu...
Noviandini Nur Ayu Rahmania
Noviandini Nur Ayu Rahmania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Angka Pengangguran Tinggi? Bukan karena Lapangan Pekerjaan Kurang!

11 Juni 2024   07:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   19:55 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut Sadono Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Sesuai dengan Sustainable Development Goals ke-8, yaitu Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, tingginya angka pengangguran merupakan salah satu indikator belum tercapainya kesejahteraan sosia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia yaitu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)  mencapai 7,86 juta orang per Agustus 2023, setara 5,32 persen dari total 147,71 juta orang angkatan kerja. Angka tersebut tergolong tinggi dan perlu segera ditangani. Pekerjaan adalah sumber utama penghasilan untuk keberlangsungan hidup. Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan, tentu akan sulit baginya bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi menyejahterakan diri.

Begitu banyaknya penduduk namun kurangnya lapangan pekerjaan yang menampung adalah salah satu penyebab utamanya. Ardiyansyah, Zuhroh, dan Abdullah (2018) mengemukakan bahwa industri yang melakukan kegiatan ekonomi yaitu memproduksi barang maupun jasa akan memerlukan tenaga kerja, semakin banyak jumlah unit usahanya maka akan memerlukan tenaga kerja yang banyak. Sehingga semakin sedikit kebutuhan pekerja, semakin tinggi angka pengangguran. Namun, jika dianalisis lebih dekat, hal tersebut bukan satu-satunya penyebab besarnya angka pengangguran di Indonesia. Sebenarnya, pekerjaan bukan hanya diperoleh dari menjadi pegawai di perusahaan tertentu. Kesempatan masih terbuka lebar untuk bekerja sesuai kemampuan masing-masing.

Indonesia adalah salah satu negara dengan kepadatan penduduk terbesar di dunia. Saat ini, Indonesia  menduduki posisi ke-4 setelah China, India, dan Amerika Serikat. Kepadatan tersebut dipengaruhi oleh tingginya angka kelahiran karena mindset yang tertanam pada masyarakat, bahwa anak merupakan sumber rejeki. Namun sayangnya, tumbuhnya jumlah penduduk tidak disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan, yang menyebabkan kualitas sumber daya manusia Indonesia masih tergolong rendah. Kebanyakan masyarakat usia kerja, baik lulusan sekolah menengah hingga sarjana, masih memiliki kemampuan standar. Kebanyakan memiliki kualitas yang sama, sehingga tidak ada kelebihan yang bisa menarik minat perusahaan untuk merekrut.

Rendahnya semangat masyarakat juga menjadi salah satu faktor terbesarnya. Patut disayangkan, mental orang Indonesia masih cenderung mudah menyerah dan malas berkembang. Masyarakat hanya ingin mencapai standar normal kemampuan, tidak ingin berjuang untuk menjadi lebih. Apalagi jika lingkungan sekitarnya kurang mendukung. Hal tersebut biasanya terjadi di daerah yang masih jauh dari modernisasi. Misalnya saja, jika di suatu lingkungan kebanyakan masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik, maka anak-anak di sana akan merasa cukup hanya dengan lulus sekolah. Padahal jika mereka mau terus mengembangkan kemampuan, kesempatan mereka untuk bekerja di perusahaan dengan gaji tinggi akan terbuka.

Sayangnya, bukan hanya karena mindset, namun rendahnya kemampuan ekonomi turut mempengaruhi. Tidak banyak orang yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri. Mencoba kesempatan-kesempatan baru tidaklah gratis. Berbagai kelas pengembangan diri memakan biaya yang tidak sedikit. Begitu banyak keluarga yang hanya sanggup menyambung hidup dengan membeli makanan sehari-hari. Karena itulah ada pendapat yang menyatakan bahwa kebanyakan yang terlahir dari keluarga miskin akan tetap miskin. Ketika memperoleh pekerjaan pun, lebih sulit mendapatkan penghasilan tinggi. Sebuah penelitian yang telah dipublikasikan di makalah internasional Asian Development Bank (ADB) menyatakan pendapatan anak yang terlahir miskin setelah dewasa 87% lebih rendah dibanding mereka yang tidak tinggal di keluarga miskin. Hal tersebut membuat banyak anak dari keluarga kurang mampu tidak bisa berharap mendapat pekerjaan yang layak.

Selain itu, masih kurangnya penyebaran informasi juga menjadi salah satunya. Sebenarnya, masih banyak lapangan pekerjaan yang belum terisi. Namun, informasi tersebut belum menjangkau orang-orang pengangguran yang sedang mencari pekerjaan, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah yang kurang memiliki akses terhadap informasi yang disebarkan secara online. Tingginya ekspektasi gaji para lulusan sarjana juga salah satu faktor terbesar. Terkadang, lulusan universitas terkenal memiliki rasa gengsi yang tinggi sehingga merasa pantas langsung mendapatkan gaji yang besar. Padahal, pengalaman merupakan sesuatu yang lebih penting. Jumlah kelulusan sarjana mencapai 1,4 juta setiap tahun, sehingga perlu ada keunggulan pribadi yang akan menarik minat perusahaan.

Padahal, suatu pekerjaan tidak hanya bisa diperoleh dari melamar ke suatu perusahaan. Berwirausaha, freelance, atau bekerja ke luar negeri juga dapat menjadi opsi. Selama masyarakat Indonesia berusaha keras, baik meningkatkan kualitas diri maupun mengeksplor kesempatan yang ada, pengangguran di Indonesia akan menurun. Apalagi, jika masyarakat semakin banyak yang menjadi wirausaha dan bersedia merekrut orang-orang yang masih menganggur. Masih banyak kesempatan bekerja yang belum terpikirkan oleh orang awam, terutama dalam hal jasa dan freelancing. Menghasilkan uang tidak hanya bisa dilakukan dengan menjadi pegawai perusahaan, sehingga tidak perlu menunggu dan melamar ke berbagai lowongan pekerjaan saja. Masyarakat harus dapat membuka peluang bekerja untuk dirinya sendiri, maupun orang lain.

Sebagai masyarakat yang lebih tahu, sudah sepatutnya kita mengajarkan orang lain yang belum tahu. Jika ada lowongan pekerjaan,  menyampaikannya pada orang yang cocok akan sangat membantu. Jika ada orang yang belum mengetahui training pengembangan skill yang ada di media online, kabarilah orang-orang yang mungkin belum pernah terpikir mengikutinya. Saling memotivasi itu sangat penting. Kita dapat meyakinkan orang-orang yang malas berkembang untuk berani maju, lebih dari lingkungannya, lebih dari masa lalunya. Para pengangguran harus bisa melangkah mengambil berbagai kesempatan, terutama di ranah internasional.  Dengan begitu, SDGs ke-8 suatu hari nanti akan tercapai, dengan porsi pekerjaan sesuai kemampuan masing-masing.

Noviandini Nur Ayu Rahmania, Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun