Mohon tunggu...
Putra
Putra Mohon Tunggu... Freelancer - Orang Indonesia, lahir dan besar di Palembang

Penulis lepas yang tertarik dengan isu-isu seputar politik, keamanan, dan luar negeri.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perang Dagang Mungkin Berdampak Positif bagi Indonesia

26 Juni 2019   11:00 Diperbarui: 26 Juni 2019   11:30 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pertemuan Presiden AS, Donald Trump secara langsung dengan Presiden Cina, Xi Jinping pada Pertemuan G20 di Osaka nanti menjadi angin segar bagi pelaku ekonomi.  Harapan mereka adalah ada pembicaraan yang baik antara keduanya yang menyebabkan AS menghentikan pemberian pajak lebih lanjut bagi barang-barang Cina.

Namun bagi beberapa pelaku ekonomi, hasil pertemuan nanti tidak akan berdampak signifikan. eLumingen, perusahaan lampu asal Troy, Michigan, sebelumnya berniat mendirikan pabrik di Cina, namun karena adanya tariff impor barang dari Cina yang sangat besar, perusahaan tersebut memikirkan alternatif lain, Asia Tenggara.

Kasus itu hanya satu contoh tentang bagaimana perang dagang Cina dan AS telah mengubah dunia. Karena pada kenyataanya, memburuknya hubungan antara kedua negara besar tersebut berimplikasi pada banyak aspek, mulai dari strategi geopolitik hingga kehidupan sehari-hari; barang kebutuhan pekerjaan, teknologi, pendidikan, dan investasi.

Pasca 1990an, pengambil kebijakan dan raksasa bisnis beranggapan bahwa dunia akan semakin terintegrasi. Mungkin, simbol dari proses itu adalah hubungan antara AS dan Cina. Hubungan antar kedunya pada masa itu sangat erat. Meskipun keduanya berbeda sistem politik dan ideologi, namun tetap disatukan oleh perdagangan, uang, dan hubungan antar penduduk. Bahkan ada sebutan khusus bagi hubungan ini, Chimerica.

Sekarang kondisi berubah. Hubungan yang semakin memburuk dari keduanya sedang dan akan mengubah peta produksi global. Apple misalnya, yang tengah mengeksplorasi kemungkinan memindahkan pabrik perakitannya dari Cina ke Asia Tenggara.

Perusahaan lain, seperti Giant Manufacturing, pembuat sepeda terbesar dunia, saat ini membuka pabrik baru di Hungaria, dan tidak lagi berpabrik di Taiwan. Dunia tidak lagi datar, kata Bonnie Tu, pemilik Giant Manufacturing kepada Bloomberg.

Dalam survey yang dirilis oleh dua cabang Kamar Dagang Amerika di Cina (the American Chamber of Commerce in China), 40% responden mengatakan mereka telah atau berencana untuk merelokasi pabriknya keluar dari Cina.

Stephen Lamar, Wakil Presiden Eksekutif dari the American Apparel & Footwear Association, mengatakan bahwa perusahaan sedang mempercepat perencanaan mereka untuk keluar dari Cina. Ia menyebut hal ini dengan 'Pergeseran Generasional' (Generational Shift), tentang bagaimana Perusahaan AS membuat produk mereka

Bagi beberapa negara, terutama yang berada di Asia Tenggara, hal ini merupakan kabar baik. Pekerjaan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Vietnam misalnya, sedang merasakan dampak positif dari keluarnya perusahaan-perusahaan multinasional AS dari Cina.

Pemerintah Indonesia juga perlu mencermati hal ini. Stabilitas politik mutlak diperlukan, pergolakan kaum buruh perlu diredam, dan regulasi harus terus diperbaiki, sehingga perang dagang membawa dampak positif bagi Indonesia, bukan membawa nestapa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun