Jumlah orang super kaya atau High-net-worth Individual (HNWI) bertambah setiap tahunnya. Mereka memiliki harta sangat jauh melebihi pengeluarannya, bahkan untuk membeli barang-barang super mewah.
Namun dalam titik kekayaan tertentu, harta yang dikumpulkan tidak berpengaruh terhadap gaya hidup orang super kaya tersebut. Ia dapat membeli apapun yang Ia inginkan tanpa takut kehabisan harta. Lantas apa motivasi mereka untuk terus menerus mengejar harta?
Michael Norton, professor di Sekolah Bisnis Harvard mempelajari hubungan antara kebahagiaan dan kekayaan. Menurut professor Norton, ada 2 pertanyaan kunci yang ditanyakan seseorang terhadap dirinya sendiri untuk menentukan apakan mereka puas dengan kehidupannya. Pertanyaan tersebut adalah;
- Apakah saya melakukan lebih baik dari sebelumnya?
- Apakah saya melakukan lebih baik dari orang lain?
Permasalahannya, banyak hal dalam kehidupan yang sulit untuk di ukur. Â Sehingga orang-orang mengubah dimensi pembandingnya menjadi hal yang bisa diukur. Misalnya, untuk menjawab pertanyaan pertama, seseorang dapat menghitung uang yang Ia dapatkan dari sebelumnya, melihat apakah rumahnya lebih besar dari sebelumnya, dan pertanyaan lain sifatnya satu arah.
Namun apabila seseorang telah merasa lebih baik dari sebelumnya, dan Ia pindah ke lingkungan baru dengan orang-orang yang jauh lebih kaya, maka Ia akan merasa tidak lebih kaya dan tidak puas dengan harta yang dimiliki.
Dalam penelitiannya, Prof. Norton menanyakan lebih dari 2000 orang dengan kekayaan sedikitnya 1 Juta USD tentang seberapa bahagianya mereka. Prof. Norton menyebut, semua orang super kaya tersebut menginginkan 2-3 kali lipat harta mereka sekarang untuk sepenuhnya bahagia.
Jeffrey Winters, professor Ilmu Politik di Universitas Northwest mengatakan orang super kaya terus mengumpulkan uang karena termotivasi sensasi yang muncul dari melipatgandakan uang melalui investasi, membeli perusahaan, dsb.
Orang dengan pendapatan biasa, menggunakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan, seperti makan, membayar cicilan, dan biaya pendidikan anak. Sedangkan orang super kaya, menggunakan uangnya untuk membuat uang, sebuah upaya peningkatan status. Menurut Jeffrey, orang super kaya tidak memiliki batasan 'cukup' terhadap jumlah uang yang Ia miliki.
Brooke Harrington, professor di Sekolah Bisnis Kopenhagen menyatakan bahwa pertanyaan yang sering ditanyakan orang super kaya terhadap dirinya sendiri bukan 'apakah saya punya cukup uang untuk membeli barang mewah yang saya suka?', namun 'apakah saya punya uang yang lebih banyak dari orang lain?'
Prof. Harrington menambahkan, sensasi menjadi orang kaya bukan tentang memenuhi keinginan membeli suatu barang mewah. Menjadi kaya adalah tentang perbandingan dengan orang lain di kelompoknya. Sehingga orang super kaya biasanya tidak sekedar membeli barang yang Ia inginkan, namun Ia membeli barang untuk tetap mempertahankan status di kelompoknya.
Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan betapa tamaknya manusia dengan harta kehidupan duniawi. Mungkin sifat-sifat seperti itu muncul secara alamiah, dimana pada dasarnya manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki.