Menurut cerita dari masyarakat Kalimantan, pernah ada yang mengalami kapuhunan ini karena mereka menolak makanan atau minuman yang ditawarkan, dan akhirnya mereka sakit perut secara mendadak.
Jadi, menerima tawaran makanan atau minuman dianggap menghargai dan menghormati tradisi dan budaya Dayak.
2. Kapuhunan Melanggar Aturan Adat.
Kapuhunan melanggar aturan adat adalah larangan untuk melanggar aturan adat yang berlaku dalam masyarakat Dayak. Aturan ini dapat berupa norma-norma sosial, tradisi, dan kebiasaan yang telah ada sejak lama.
Dan kapuhunan ini berlaku bagi siapa pun yang berani melanggar aturan-aturan yang dipercaya secara turun-temurun oleh warga asli Kalimantan atau suku Dayak.
Ada sebuah contoh cerita dari Nadia Omara yang menggambarkan tentang kapuhunan melanggar aturan adat. Salah satu pengikut Nadia Omara ini membagikan ceritanya melalui DM Instagram.
Jadi pengikut Instagram Nadia Omara ini bernama Dina (nama samaran). Kedua orang tua Dina ini bukan asli dari Kalimantan, bapaknya berasal dari Madura sedangkan ibunya berasal dari Malang, Jawa Timur. Sejak dulu orang tua dina sudah merantau ke Kalimantan, tepatnya di Samarinda, Kalimantan Timur.
Sehingga, Dina beserta adik-adiknya lahir di Kalimantan. Jadi, sejak lahir Dina ini sudah menetap di Kalimantan. Ketika beranjak dewasa, Dina bertemu dengan jodohnya di Kalimantan juga. Sebut saja nama suami Dina ini Bang Soni.
Bang Soni kebetulan orang asli Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Nah, pada saat Dina dan Soni menikah, mereka sepakat untuk mengontrak rumah tidak jauh dari tempat Bang Soni bekerja.
Bang Soni ini bekerja sebagai karyawan di sebuah PT, dan perusahaan tempat Bang Soni tersebut berlokasi di salah satu kabupaten di Kalimantan Timur. Tempat kerja Bang Soni dan rumah tempat tinggal mereka dipisahkan oleh sebuah sungai yang merupakan hulu dari sungai Mahakam.
Untuk mencapai ke tempat kerja Bang Soni harus menyebrangi sungai itu dengan menggunakan perahu atau sampan, selama kurang lebih 20 menit perjalanan. Karena hanya sungai itu yang menjadi akses untuk bisa ke tempat kerja Bang Soni.
Selain menjadi satu-satunya akses, sungai tersebut ternyata juga dianggap cukup sakral oleh masyarakat setempat. Saking sakralnya, masyarakat di sana memiliki semacam kepercayaan, di mana warga pendatang, warga perantau atau warga baru yang bukan asli daerah tersebut disarankan untuk mengucapkan "Permisi" atau meminum air yang berasal dari sungai itu.
Setelah mengetahui mitos itu, Dina pun selalu mengucapkan "Permisi" dalam hati setiap kali melintas di sungai itu. Oleh karena itu, Dina belum pernah mengalami gangguan atau kejadian aneh.