Mohon tunggu...
Noviana Kastanya
Noviana Kastanya Mohon Tunggu... -

I'm just an ordinary mom & wife, I like reading and some writting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaum Difabel, Kaum yang Terpinggir

25 Januari 2011   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:12 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlahir sebagai orang cacat (difable) tentu bukanlah sebuah keinginan mereka. Siapa sih yang punya mimpi akan terlahir cacat atau tadinya lahir normal kemudian ditengah jalan karena sesuatu hal mengalami kecacatan. Tentu tak ada yang mau bermimpi. Mereka penyandang difabel sebenarnya mempunyai mental yang lebih kuat daripada orang normal, mereka mau tak mau harus menerima kondisinya. Namun ketika berada ditengah orang-orang berfisik normal justru mereka sering dipandang sebelah mata. Terutama di Indonesia ini, orang difabel seperti tak mendapat tempat. Padahal sebagai warga negara mereka mempunyai hak yang sama seperti orang berfisik normal. Kaum difabel di Indonesia seperti terpinggirkan. Mereka sangat susah untuk mendapatkan hak dalam hal pendidikan, pekerjaan atau hanya sekedar menikmati fasilitas publik. Padahal banyak penyandang difabel yang mempunyai kemampuan lebih dari orang berfisik normal, tapi hanya karena kondisi fisik mereka harus tersingkir dari persaingan yang tidak sehat. Sungguh ironis. Yang terutama akan saya bahas mungkin fasilitas publik. Mengapa? Karena fasilitas publik memegang peran yang vital bagi mobilitas mereka. Kalau fasilitas publik mendukung dan cukup akomodatif bagi mereka, niscaya kita tak perlu memandang mereka dengan tatapan iba. Karena sesungguhnya mereka adalah mental-mental yang tangguh dan tak memerlukan rasa iba kita. Mereka cukup trampil untuk mengurus diri mereka sendiri, meskipun ada beberapa juga yang memang memerlukan bantuan orang lain untuk beraktivitas. Saya cukup banyak bergaul dengan kaum difable yang berkursi roda, dan mereka relatif tangguh untuk ukuran penyandang difabel. Sehari-hari mereka melakukan kegiatan mereka sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. Mulai dari mandi, makan, tidur, sekolah hingga bekerja. Bahkan dari beberapa yang saya kenal, ada yang sebagian menjadi orang yang cukup sukses dibandingkan dengan orang berfisik normal dari mulai jadi pengusaha, atlet hingga menjadi karyawan perusahaan asing yang cukup ternama. Rata-rata mereka mengeluhkan fasilitas publik yang jauh dari memadai bagi mereka. Kita lihat saja, seperti sarana transportasi umum busway atau kereta listrik (KRL). Mereka membangun fasilitas yang katanya untuk umum, tapi bukan untuk kaum cacat. Tidak ada akses khusus untuk mereka, malahan banyak koridor-koridor busway atau peron stasiun-stasiun yang sengaja dibuat bertangga-tangga sehingga cukup menyulitkan bagi mereka untuk menikmati fasilitas transportasi tersebut. Padahal transportasi seperti busway dan krl sangat ideal bagi mereka karena kondisi ruangannya yang luas, tidak seperti bus umum atau angkutan umum lainnya. Namun sayang, karena sarananya tidak mendukung mereka hanya bisa gigit jari. Mereka hanya bisa menggunakan taxi sebagai sarana umum, itupun bisa dibayangkan harganya yang mahal untuk jarak tertentu. Coba kita bandingkan dengan kondisi di luar negeri, Pemerintah disana cukup aware dengan kebutuhan para difable.

12959335301280138392
12959335301280138392
Ditempat-tempat umum, seperti mall, hotel, tempat rekreasi, bahkan jalanan umum banyak yang tidak menyediakan fasilitas khusus bagi para difable. Kita tengok saja jalanan raya, tidak banyak yang menyediakan trotoar.  Boro-boro memimpikan adanya pedestrian yang nyaman seperti di negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, dll. Kalaupun ada trotoar, di Indonesia malah dipakai buat pedagang-pedagang kakilima. Sementara pejalan kaki dan kaum difabel tetap bersusah payah berebut jalan dengan metromini, motor dan mobil. Menyedihkan! Fasilitas toilet umum demikian juga, banyak pengusaha mall atau hotel bahkan rumah sakit tidak memperhatikan kebutuhan khusus para penyandang difabel. Saya sering melihat penderita difabel harus digotong-gotong ke toilet hanya karena ukuran toilet yang terlalu sempit, sehingga untuk akses roda tidak mungkin dilakukan. Padahal kalau toilet dibuat khusus seperti di luar negeri, mereka bisa sendiri melakukannya.
129593391841669459
129593391841669459
Demikian juga fasilitas tempat parkir, di Jakarta sebagai kota metropolitan hanya sedikit mall yang menyediakan tempat parkir khusus bagi difabel yang ditandai dengan lambang kursi roda. Untuk parkir mereka masih harus bersusah payah berebut dengan orang-orang berfisik normal. Demikian gambaran betapa menderitanya hidup sebagai kaum difabel di Indonesia. Pemerintah seperti menutup mata dengan kehadiran mereka, sudah seharusnya tugas pemerintah untuk melindungi hak-hak mereka seperti halnya hak-hak seluruh warga negara Indonesia. Padahal cukup jelas peraturan undang-undang yang mengatur hal tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang dilanjutkan dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum (PU) Nomor 468 Tahun 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan serta Kepmen Perhubungan Nomor 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Penyandang cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan. Dalam Kepmen PU dan Kepmen Perhubungan disebutkan secara rinci bagaimana supaya bangunan, seperti pedestrian, jembatan penyeberangan, telepon umum, dan sektor transportasi, dapat diakses secara aman oleh para difabel.Kenyataannya, akses untuk mereka sangat minim bahkan nyaris tidak ada. Kapan mata hati pemerintah akan terbuka melihat kebutuhan teman-teman kita para difabel. Mereka juga warga negara, yang bekerja pun membayar pajak seperti halnya warga negara yang lain. Mereka juga punya hak untuk menikmati fasilitas-fasilitas umum yang disediakan negara, mereka juga butuh ke tempat-tempat hiburan seperti mall dan jalan-jalan. Tapi kapan ada keberpihakan bagi hak-hak mereka? Jangan jadikan mereka sebagai kaum pinggiran di negeri mereka sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun