Terlahir sebagai orang cacat (difable) tentu bukanlah sebuah keinginan mereka. Siapa sih yang punya mimpi akan terlahir cacat atau tadinya lahir normal kemudian ditengah jalan karena sesuatu hal mengalami kecacatan. Tentu tak ada yang mau bermimpi. Mereka penyandang difabel sebenarnya mempunyai mental yang lebih kuat daripada orang normal, mereka mau tak mau harus menerima kondisinya. Namun ketika berada ditengah orang-orang berfisik normal justru mereka sering dipandang sebelah mata. Terutama di Indonesia ini, orang difabel seperti tak mendapat tempat. Padahal sebagai warga negara mereka mempunyai hak yang sama seperti orang berfisik normal. Kaum difabel di Indonesia seperti terpinggirkan. Mereka sangat susah untuk mendapatkan hak dalam hal pendidikan, pekerjaan atau hanya sekedar menikmati fasilitas publik. Padahal banyak penyandang difabel yang mempunyai kemampuan lebih dari orang berfisik normal, tapi hanya karena kondisi fisik mereka harus tersingkir dari persaingan yang tidak sehat. Sungguh ironis. Yang terutama akan saya bahas mungkin fasilitas publik. Mengapa? Karena fasilitas publik memegang peran yang vital bagi mobilitas mereka. Kalau fasilitas publik mendukung dan cukup akomodatif bagi mereka, niscaya kita tak perlu memandang mereka dengan tatapan iba. Karena sesungguhnya mereka adalah mental-mental yang tangguh dan tak memerlukan rasa iba kita. Mereka cukup trampil untuk mengurus diri mereka sendiri, meskipun ada beberapa juga yang memang memerlukan bantuan orang lain untuk beraktivitas. Saya cukup banyak bergaul dengan kaum difable yang berkursi roda, dan mereka relatif tangguh untuk ukuran penyandang difabel. Sehari-hari mereka melakukan kegiatan mereka sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. Mulai dari mandi, makan, tidur, sekolah hingga bekerja. Bahkan dari beberapa yang saya kenal, ada yang sebagian menjadi orang yang cukup sukses dibandingkan dengan orang berfisik normal dari mulai jadi pengusaha, atlet hingga menjadi karyawan perusahaan asing yang cukup ternama. Rata-rata mereka mengeluhkan fasilitas publik yang jauh dari memadai bagi mereka. Kita lihat saja, seperti sarana transportasi umum busway atau kereta listrik (KRL). Mereka membangun fasilitas yang katanya untuk umum, tapi bukan untuk kaum cacat. Tidak ada akses khusus untuk mereka, malahan banyak koridor-koridor busway atau peron stasiun-stasiun yang sengaja dibuat bertangga-tangga sehingga cukup menyulitkan bagi mereka untuk menikmati fasilitas transportasi tersebut. Padahal transportasi seperti busway dan krl sangat ideal bagi mereka karena kondisi ruangannya yang luas, tidak seperti bus umum atau angkutan umum lainnya. Namun sayang, karena sarananya tidak mendukung mereka hanya bisa gigit jari. Mereka hanya bisa menggunakan taxi sebagai sarana umum, itupun bisa dibayangkan harganya yang mahal untuk jarak tertentu. Coba kita bandingkan dengan kondisi di luar negeri, Pemerintah disana cukup aware dengan kebutuhan para difable.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H