Mohon tunggu...
Noviana Kastanya
Noviana Kastanya Mohon Tunggu... -

I'm just an ordinary mom & wife, I like reading and some writting

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Carut Marut Dunia Pendidikan

12 Januari 2011   05:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12948111491311362157

Ini hanya sekedar curahan hati dari apa yang saya alami sendiri. Kebetulan anak saya sudah duduk di kelas 3 Sekolah Dasar, dia kami sekolahkan di sebuah sekolah dasar terpadu yang biayanya tidak bisa dibilang murah. Karena setiap bulan kami harus menyiapkan uang bulanan, uang catering makan anak, dan lain-lain yang jumlahnya cukup besar untuk ukuran kami sebagai orangtua. Dari awal kami menyadari bahwa sekolah ini pasti akan lebih mahal dari sekolah biasa ataupun sekolah negeri yang ada disekitar tempat tinggal kami. Namun dengan segenap hati kami tetap ingin menyekolahkan anak kami di sekolah ini, dengan harapan bahwa ilmu yang diberikan kepada anak kami diatas rata-rata sekolah-sekolah biasa atau sekolah negeri yang ada selama ini. Anggapan kami bahwa sekolah yang cukup prestige paling tidak akan bisa memberi manfaat lebih bagi anak saya. Tentu harapan setiap orang tua untuk dapat memberikan yang terbaik bagi buah hatinya, terutama dibidang ilmu. Salah satu pertimbangan untuk menyekolahkan anak kami di sekolah tersebut adalah program kurikulum yang ditawarkan pada awal pendaftaran dulu, lalu dengan jam pelajaran yang cukup panjang dibandingkan dengan anak-anak sekolah lainnya. Awalnya saya sempat ragu dan hal itu sempat saya tanyakan kepada pimpinan sekolah saat pertama kali mendaftar. Saya ragu apakah jam pelajaran yang cukup lama tidak akan membebani masa kecil anak-anak? Anak-anak kelas 1 dan 2 masuk dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang, sedangkan kelas 3 hingga kelas 6 dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore. Tapi dengan penjelasan yang panjang lebar, saat itu saya cukup menerima dengan penjelasan kepala sekolah tersebut. Menurutnya  itu hanyalah faktor kebiasaan. Jika anak sudah biasa, mereka tidak akan mengeluh dan akan menjalaninya dengan biasa saja.  Alhamdulillah sejauh ini anak saya memang tidak pernah mengeluh dengan lamanya waktu belajar, walau pernah sesekali membandingkan dengan anak di sekolah negeri, yang jika setingkat dengan kelasnya sekarang (kelas 3) mereka sudah pulang sejak jam 12 siang. Namun yang akhir-akhir ini agak menganggu saya adalah program buku paket sekolah yang sering dirubah. Pada semester pertama mereka menggunakan buku suatu penerbit, namun di semester berikutnya tiba-tiba diganti dengan buku lain. Padahal buku yang pertama seharusnya sudah mencakup materi untuk semester kedua. Alasan mereka karena buku yang pertama dianggap kurang cocok dengan metode belajar anak-anak. Berarti dengan kata lain buku yang pertama hanya merupakan alat eksperimen bagi guru untuk mendapatkan metode belajar yang cocok bagi murid? Seharusnya mengenai metode sudah harus dilakukan observasi yang cukup dari pihak sekolah tanpa harus bereksperimen dengan mengharuskan murid membeli sebuah buku yang pada nantinya akan dibuang percuma alias tidak digunakan lagi ditengah jalan. Hal ini tentu sangat merugikan kami sebagai orang tua yang harus mengeluarkan biaya  lagi yang seharusnya tidak perlu. Jangan sampai kami berprasangka bahwa mungkin ini hanya akal-akalan pihak sekolah untuk mendapatkan uang dari penerbit-penerbit buku tersebut. Mohon maaf, ini bukan untuk memojokkan namun hanya sedikit share dari orangtua murid. Dengan melihat fenomena mahalnya biaya sekolah bagi anak-anak di jaman sekarang membuat saya mulai ragu dengan sistem pendidikan di negeri kita. Benarkah pendidikan murni berpihak untuk anak-anak kita? Tanpa kepentingan-kepentingan yang lain turut mendomplenginya? Coba saja kita hitung-hitung biaya yang harus dikeluarkan untuk anak-anak kita dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan tinggi, niscaya kita akan terbelalak kaget melihat angkanya. Untuk bisa masuk kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta, kalau tidak salah memerlukan biaya hingga puluhan juta rupiah. Oh My God! Sepadankah dengan keahlian dan kemampuan yang akan didapatkan anak-anak kita setelah lulus? Bisakah anak-anak kelak mendapatkan pekerjaan yang baik ditengah persaingan yang semakin ketat? Hmmmm....situasi yang sulit buat anak-anak sebagai masa depan bangsa ini. Tentunya itulah perlunya menyiapkan sedini mungkin tentang pendidikan bagi buah hati kita. Namun melihat kenyataan dunia pendidikan di negeri kita membuat saya berfikir ulang, apa mungkin program homeschooling saja yang diterapkan bagi anak-anak kita? Yang katanya lebih hemat dan lebih efisien bagi anak-anak kita karena hanya mengajarkan kepada anak sesuai ketertarikan dan minatnya saja. Walaupun katanya juga memerlukan komitmen yang tinggi dari orangtua si anak. Tetapi kalau memang hasilnya lebih baik, mengapa tidak? Sayangnya saya sangat minim pengetahuan tentang program homeschooling ini. Adakah diantara kompasioner yang ingin berbagi pengalaman mengenai hal ini? Many thanks before...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun