Mohon tunggu...
Pendidikan

Broken Home dan Komunikasi Terapeutik

10 April 2019   17:36 Diperbarui: 10 April 2019   18:15 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menurut berita di Warta Kota, Gambir Viralnya sosok AJ (13), siswi SMPN 164 Jakarta, yang dilaporkan hilang saat pulang sekolah sejak Senin (26/2/2018) menarik perhatian. Ternyata AJ bukan menghilang, tetapi pergi ke kerabatnya tanpa pamit. Apa yang membuat AJ berbuat seperti itu?

"AJ adalah korban dari broken home, bapak bunya sudah bercerai sejak dia umur dua tahun," kata Marsudin, Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018). Marsudin mengatakan, bapaknya jarang di rumah, jadi selama ini dia pergi ke rumah saudaranya di Ciputat, Tangerang Selatan, bukan hilang.

"Alasan pergi  dari rumah karena ingin menenangkan diri. Ini masih didalami, kita masih lakukan pendekatan dengan pihak keluarga," katanya.

Sementara ibu kandung AJ sudah berkeluarga lagi. Ironisnya sang ibu tidak mau memikirkan nasib AJ. AJ menjadi tanggung jawab sang bapak yang tinggal di Jalan Subur, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dari keterangan pihak sekolah seperti dikutip Marsudin, AJ adalah anak yang berprestasi. Pihak sekolah juga tidak menginginkan AJ sampai putus sekolah. Marsudin mengatakan, sekolah memberikan solusi, yakni AJ agar tinggal dengan salah satu guru. Solusi kedua agar tinggal di panti agar sekolahnya tidak putus.

Anak yang menjadi korban broken home memang rata-rata tidak mendapatkan perhataian dari orang tuanya, kedua orang tua mereka biasanya justru lebih sibuk mementingkan urusan mereka masing-masing. AJ hanyalah salah satu contoh korban broken home, beruntung AJ hanya kabur dari rumah dan pergi ke rumah saudarnya dan tidak sampai melakukan hal kriminal atau mungkin bunuh diri. Anak-anak yang mengalami broken home jelas memiliki psikologis yang berbeda dengan anak yang tidak mengalami itu. Mereka biasanya melakukan hal-hal seperti mengganggu teman-temannya agar mendapat perhatian atau bahkan bisa menjadi anak yang keras, pemarah dan suka memukul. Mereka mencari pelampiasan atas apa yang mereka alami.

Guru BK harunya lebih peduli jika sudah melihat tada-tanda seperti mereka adalah anak yang "nakal" atau bahkan yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran. Karena bisa jadi mereka mengalami masalah yang cukup serius sperti contoh AJ di atas. Guru BK awalnya harus mendekati anaknya terlebih dahulu, mengajak bicara mereka. Setelah itu bisa dilakukan komunikasi terapeutik pada mereka, bisa dengan cara memaggil anak tersebut dan mengajak anaknya bercerita dengan pelan-pelan apa permasalahan anak tersebut lalu setelah itu memberi pengarahan atau memotivasi anak tersebut dan juga mencari jalan keluar untuk permasalahan anak tersebut. Dari situ psikis anak akan pelan-pelan terobati seperti anak akan lebih percaya diri, bisa keluar dari stress yang mereka, mengontrol amarah dan juga lebih terarah untuk tidak menlakukan tindakan kriminal.

Lalu sebenarnya apa sih komunikasi terapeutik itu? Menurut Northouse (1998) komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan konselor dalam berinteraksi untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Fungsi komunikasi terapeutik ini ada banyak salah satunya menurut Vancarolis (1990) dalam Purwanto (1994) fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat-klien atau konselor-klien melaluli hubungan perawat-klien atau konselor-klien. Perawat atau konselor berusaha mengungapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perrawatan atau penyelesain masalah. Jadi di sisni seorang konselor tidak hanya mencari jalan keluar dari sebuah permasalahan tetapi juga mendampingi dan tetap mengajak berinteraksi  dengan klien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun