1.Guru sebagai profesi
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perwujudan cita-cita pendidikan, pemerintah secara bertahap dan berkesinambungan membuat regulasi dan perbaikan sistem pendidikan nasional. Dimana sekarang ini berhasil menemukan format untuk melaksanakan Pendidikan Karakter (character building) di seluruh institusi pendidikan. Lahirnya gagasan Pendidikan Karakter dilatarbelakangi dengan ‘hilangnya karakter dasar’ Bangsa Indonesia. Dimana dahulu Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sopan, ramah, serta menjunjung tinggi nilai-nilai (values) dan norma kesantunan. Sebagai contoh, beberapa hari belakangan ini tidak sedikit anak remaja sekarang tawuran antar pelajar, ikut geng motor, melawan orang tua, dan sebagainya.
Pengembalian nilai-nilai itu semua, muncul ide bahwa perlunya pendidikan karakter yang dimulai sejak dini. Dengan harapan generasi mendatang akan memiliki kepribadian maupun identitas yang "khas" sebagai Bangsa Indonesia. Berbagai metode dan strategi telah dilakukan. Guru sebagai ‘icon’ perjuangan, menjadi harapan seluruh pihak untuk mewujudkan cita-cita pendidikan.
Sebagai wujud komitmen, pada tanggal 30 Desember 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi memutuskan serta menetapkan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta diundangkan dalam Lembaga Negara RI Tahun 2005 Nomor 157. Dengan adanya undang-undang tersebut guru bukan lagi sebagai ‘pekerjaan sambilan’. Lebih dari itu guru memiliki payung hukum yang jelas dan tegas sebagai Profesi yang perlu keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Sebagai sebuah profesi, guru bekerja berdasarkan payung hukum. (Bulletin PPPG, Edisi September 2002:19).
Pada Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1, butir 1), menyebutkan bhwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Walaupun guru sudah dianggap sebagai profesi dan bukan pekerjaan sambilan, tanggung jawab untuk mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan karakter menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Memang tidak mudah. Aral atau rintangan didepan mata seolah menggiurkan hasrat untuk bersenang-senang. Sebab, dengan menjadi suatu profesi, guru sekarang lebih mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Materi, penghasilan yang menjanjikan adalah tantangan kehidupan dikemudian hari.
2.Profesional Guru
Sosok guru profesional ini, tentu saja harus didahului dengan rumusan kita tentang konsep profesionalisme itu sendiri. Kriteria normatif yang umumnya dituntut dari seorang guru sebagai suatu profesi. Ciri-ciri keprofesionalan itu, antara lain (1) masyarakat mengakui layanan yang diberikan atas dasar dimilikinya seperangkat ilmu dan keterampilan yang mendukung profesi itu;(2)diperlukan adanya proses pendidikan tertentu sebelum seseorang dapat / mampu melaksanakan tugas profesi tersebut;(3) dimilikinya mekanisme seleksi standar, sehingga hanya mereka yang kompeten boleh melakukan pekerjaan / profesi itu;dan (4) dimilikinya organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya serta meningkatkan layanan kepada masyarakat, termasuk adanya kode etik profesi sebagai landasan perilaku keprofesionalannya. (Westly Gibson dalam Rindjin, 1991 : 8).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa satu bidang pekerjaan tertentu bisa dikatakan memiliki cirikeprofesionalan, apabila dilaksanakan tidak secara amatiran; atau seperti ditegaskan Raka Joni (1983 : 21), “Pelakunya memiliki keterampilan teknis tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, ia juga memiliki wawasan memadai mengapa ia mengerjakan tugas-tugasnya demikian”.
Bila kriteria di atas dijabarkan pada sosok guru, maka butir-butir keprofesionalannya itu mestinya ditunjukkan pertama dari kualifikasi ijazah serta akta mengajar (dalam UU Guru disebut “sertifikasi profesi”) yang telah dicapainya sebagai dasar masyarakat mengakui layanannya. Ijazah serta sertifikat itu juga menunjukkan telah diakuinya proses pendidikan akademik dan keterampilan profesi tertentu. Dengan dasar ini pula bisa ditentukan mekanisme menyeleksi seseorang yang dianggap kompeten untuk tugas profesi bersangkutan. Sementara itu, mengenai organisasi profesi serta kode etik profesi, di Indonesia sudah lama dikenal organisasi para guru, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI (sejak reformasi muncul organisasi profesi guru baru yang dikenal dengan nama Federasi Guru Independen Indonesia / FGII) dan telah memiliki kode etik guru (belakangan juga muncul upaya untuk menyusun kode etik baru, tapi dianggap lebih banyak mengambil rumusan kode etik yang sudah ada, lihat kritik Darmaningtyas dalam Kompas 23-11-2004).
Atas dasar butir-butirpemikiran di atas tidak perlu diragukan lagi bahwa pekerjaan sebagai guru adalah satu jenis profesi. Dengan dasar itu pula mestinya bisa ditumbuhkan hal-hal mendasar untuk mendukung keberadaan profesi guru atau menjaga citra guru. Mestinya sudah bisa pula dibangun satu situasi yang tidak begitu saja seseorang merasa mampu menjadi guru, atau dengan kata laintidak ada kesan semua orang bisa jadi guru. Yang paling penting sebagai muaranya adalah berkembangnya rasa “kebanggaan profesi” sebagai seorang guru.
3.Tantangan Sebagai Profesi
a.Masalah yang dihadapi guru
Pertama, guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat Profesi Guru.
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Ke dua, guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis.
Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.
Biar bagaimanapun juga profesi guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila profesi ini lebih diperhatikan, terlebih kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurang kemudian kreativitas guru menjadi mati.
Banyak contoh lain dari kehidupan guru yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang kembali pada mentalitas kita.
Ke tiga, guru adalah kurang kreatifnya guru dalam membuat alat peraga atau media pembelajaran. Selama ini masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya, tak ada media lain yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Mereka tak pernah berpikir untuk membuat sendiri media pembelajarannya. Kalau saja para guru kreatif, pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajarannya. Guru yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi minimnya dana justru membuat guru itu kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam kelas, seperti: pasar, museum, lapangan olahraga, sungai, kebun, dan sebagainya.
Profesionalitas guru dalam menciptakan proses dan luaran pendidikan persekolahan yang bermutu merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang kompetitif dan mandiri di masa datang. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan kontinyu bagi peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional guru.
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.
b.Tantangan guru
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.
Ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputusasaan mental generasi bangsa ini.
Perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai pendidikan.
Prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek, bukan objek; (d) multimedia, bukan monomedia; (e) sentuhan manusiawi, bukan hewani; (f) pembelajaran induktif, bukan deduktif; (g) materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal; (h) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.
Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh. Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin.
Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karaketr siswa yang manusiawi.
Beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi. Misalnya, suasana kelas yang tak lagi sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru. Tetapi ruang kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.
Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.
c.Pengembangan aplikatifprofesi guru
Misi dan visi, aksi, dan dedikasi, akan menjamin terlaksananya pelayanan profesi guru secara terarah, konsisten dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sehubungan dengan itu, pemerintah melalui Depdiknas harus berupaya membangun sistem pengembangan profesi guru yang aplikatif, operasional dan berfungsi. Yakni sistem pengembangan profesi yang terintegrasi, menyeluruh, dan mendukung penyelenggaraan pendidikan profesi, penjaminan mutu, manajemen, remunerasi dan berbagai pendukung pengembangan profesi guru.
Adanya sistem pengembangan profesi guru yang berfungsi efektif dan dilaksanakan secara konsisten diharapkan dapat mendukung terwujudnya guru yang cerdas, berbudaya, bermartabat, sejahtera, canggih, elok, unggul dan professional. Yakni para guru yang mengedepankan nilai-nilai budaya mutu, keterbukaan, demokrasi, dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sehari-hari dalam kerangka pencapaian visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
Harapan ke depan akan dapat diwujudkan guru yang kompeten, terstandar, profesional, dan sejahtera dalam kerangka penjaminan mutu pendidikan nasional. Profesi guru yang terstandar kualifikasi dan kompetensinya, serta mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. Program diklat guru yang terstandar, kredibel dan akuntabel dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk guru yang kompeten, terstandar, profesional dan sejahtera merupakan harapan semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan.
Untuk memacu para penyelenggara dan satuan pendidikan untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 19 Th. 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan. Komponen pendidikan yang harus terstandar, meliputi standar isi, standar proses, kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
Penggunaan standar nasional pendidikan sebagai acuan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pendidikannya secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Sejalan dengan itu pemerintah membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang bertanggung jawab kepada Mendiknas.
BSNP merupakan lembaga mandiri, profesional, dan independen yang mengemban misi untuk mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi pelaksanaan standar nasional pendidikan, akan dapat diwujudkan pendidikan bermutu dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga yang profesional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H