Dari segi tergantungnya tuntutan syariat kepada malaah, yaitu kemaslahatan yang merupakan tujuan ditetapkannya hukum syara' dengan cara menuntut manusia untuk berbuat sesuatu. Dari kedua definisi malaah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap malaah merupakan sesuatu yang dipandang baik oleh akal karena mendatangkan kemanfaatan dan menghindari kerusakan bagi manusia dan sejalan dengan tujuan syara' dama menetapkan suatu hukum. Mursalah secara bahasa artinya "terlepas" atau dalam arti bebas. Maksudnya adalah terlepas atau terbebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidaknya untuk dilakukan. Malaah Mursalah adalah kemaslahatan yang tidak ada didalam syara dan tidak pula terdapat pada dalil-dalil yang memerintahkan untuk mengerjakan ataupun meninggalkanya. Apabila hal tersebut dikerjakan maka akan mendatangkan kebaikan atau kemaslahatan.
- Dasar hukum Malaah Mursalah
 Imam Syafi'i dalam bukunya al Risalah menjelaskan bahwa beliau dalam mengambil dan menetapkan suatu hukum ia memakai empat dasar, yaitu Alquran, Sunnah, Ijma dan Istidlal. Dasar pertama dan utama dalam menetapkan hukum adalah Alquran. Imam Syafi'i terlebih dahulu melihat makna lafzi Al-Quran. Kalau suatu masalah tidak menghendaki makna lafzi barulah ia mengambil makna majazi. Kalau dalam Alquran tidak ditemukan hukumnya, ia beralih ke Sunnah Nabi. Dalam hal sunnah, ia juga memakai hadis ahad di samping yang mutawatir, selama hadis ahad itu mencukupi syarat-syaratnya. Jika di dalam Sunnah pun belum dijumpai nashnya, ia mengambil ijma sahabat. Setelah mencari dalam ijma' sahabat dan tidak juga ditemukan ketentuan hukumnya barulah ia melakukan qiyas. Apabila ia tidak menjumpai dalil dari ijma dan qiyas, ia memilih jalan istidlal, yaitu menetapkan hukum berdasarkan kaidah-kaidah umum agama islam. Para ulama yang menjadikan maslahat sebagai salah satu dalil syara' menyatakan bahwa dasar hukum malaah mursalah, ialah:Â
Persoalan yang dihadapi manusia selalu tumbuh dan berkembang demikian juga dengan keperluan hidupnya, kenyataan menunjukkan bahwa banyak hal atau person yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, kemudian timbul dan terjadi pada masamasa sesudahnya. Seandainya tidak ada dalil yang dapat memecahkan hal-hal yang demikian berarti akan sempitlah kehidupan manusia. Dalil yang disebut ialah dalil yang dapat menetapkan mana yang merupakan kemaslahatan manusia dan mana yang tidak sesuai dengan dasar-dasar umum dari agama Islam. Jika hal itu ada, maka dapat direalisasikan kemaslahatan manusia pada setiap masa, keadaan dan tempat. b. Pada masa sahabat, tbi', dan tbii'n dan para ulama yang datang sesudahnya telah melaksanakannya sehingga mereka dapat segera menetapkan hukun sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin pada masa itu.
Syarat-syarat malaah mursalah Persyaratan dalam mengoperasikan Malaah Mursalah diungkapkan oleh beberapa ulama, salah satunya adalah Abdul Wahab Khallf. Dimana mendefinisikan beberapa syarat, diantaranya:
 a) sesuatu yang dianggap sebagai malaah harus berupa kemaslahatan yang bersifat hakiki (pasti) yaitu benar-benar dapat mendatangkan kemanfaatan bagi manusia atau menolak kemudaratan yang datang. Suatu malaah tersebut juga tidak boleh berupa suatu dugaan yang hanya mempertimbangkan daya manfaat saja tanpa melihat dampak negative yang ditimbulkan dari kemudaratan.Â
b) Suatu malaah harus mengedepankan kepentingan umum bukan kepentingan pribadi. Sehingga kemaslahatan tersebut dapat berguna bagi kepentingan yang dapat dirasakan oleh banyak orang.Â
c) Tidak ada dalil atau nash yang menolah kemaslahatan. Akan tetapi sesuatu kemaslahatan juga tidak boleh bertentangan dengan al-Quran ataupun hadis.
d) Sesuatu malaah harus sesuai dengan prinsip syariat. Apabila terdapat bertentangan maka tidak dapat dikatakan suatu malaah.Â
- Macam-macam Malaah MursalahÂ
Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan, para ahli ushul fiqh membagi menjadi 3 macam, diantaranya sebagai berikut: