Mohon tunggu...
Novi GabriellaHaria
Novi GabriellaHaria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi Fisip UMRAH 2020

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Perlu Tinjauan Khusus Aturan Hukum Indonesia

21 Desember 2021   07:26 Diperbarui: 21 Desember 2021   07:35 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan terhadap perempuan bukanlah budaya, itu kriminal. Kesetaraan tidak bisa datang pada akhirnya, itu adalah sesuatu yang harus kita perjuangkan saat ini. -Samantha Power (kompas.com)

Belakangan ini, banyak sekali tersiar mengenai sejumlah kasus kekerasan seksual. Semakin besarnya penggunaan media sosial hari ini, sejumlah korban tidak ragu untuk mengatakan bahwa ia merupakan korban kekerasan seksual dan pelaku lebih mudah dicari keberadaannya. Berdasarkan pengumpulan data milik KemenPPPA, kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. 

Pada anak-anak, kasus yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen. 

"Kekerasan jenis lainnya pada anak berupa penelantaran, trafficking, eksploitasi ekonomi, dan lain-lain," ujarnya. Sementara pada kasus kekerasan yang dialami perempuan, KemenPPPA mencatat juga turut mengalami kenaikan. 

Dalam tiga tahun terakhir ada 26.200 kasus kekerasan pada perempuan. Pada 2019 tercatat sekitar 8.800 kasus kekerasan pada perempuan, kemudian 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus, dan kembali mengalami kenaikan berdasarkan data hingga November 2021 di angka 8.800 kasus. Jenis kekerasan yang dialami perempuan paling banyak adalah kekerasan fisik mencapai 39 persen, selain itu ada kekerasan psikis 29,8 persen, dan kekerasan seksual 11,33 persen.

Banyak sekali kasus kekerasan seksual yang tidak mendapat upaya hukum untuk menegakkan keadilan, sering kali proses hukum berhenti ditengah bahkan tidak diusut tuntas dikarenakan kurang bukti dan kejadian yang sudah lama baru terekspos. 

Seringkali yang menjadi pertanyaan mengapa harus viral dan menjadi muatan publik terlebih dahulu baru penegak hukum bertindak atas desakan masyarakat. 

Penanganan hukum untuk tindakan pelecehan seksual masih lemah, bahkan seringkali dinilai membelit dan tidak adil bagi korban. Aparat penegak hukum masih belum memahami situasi perempuan sebagai korban. 

Bahkan hal itu juga terlihat dari proses berita acara pemeriksaan yang tidak rampung. Indonesia bahkan disebut sebut sebagai negara yang tidak ramah perempuan" hingga tagline "yang melahirkan peradaban tidak pantas dilecehkan", kembali menjadi sorotan bagaimana tindakan setiap lembaga yang fokus terhadap hal ini, bagaimana payung hukum Indonesia melihat semakin maraknya angka kekerasan seksual pada perempuan dan anak. 

Butuh berapa banyak kasus kekerasan seksual lagi untuk meninjau apa masalahnya? Bagaimana tindak penyelesaiannya? Bagaimana aturan yang telah dibuat? Pantaskah pelaku mendapat hukuman ringan?

Istilah pelecehan seksual tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karena dalam KUHP hanya mengenal istilah perbuatan cabul. Perbuatan cabul dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun