Maraknya pemberitaan media massa mengenai produksi tempe, membuat saya teringat pada kenangan semasa sekolah di kota Solo, tepatnya daerah Surakarta. Pengalaman saat makan yang bernama Sate Kere. Unik ya namanya, hidangan ini kesannya kok proletar sekali. Barangkali karena sate tersebut bukan berasal dari daging, melainkan dari tempe gembus. Tempe gembus adalah tempe yang terbuat dari ampas tahu. Pada dasarnya ampas tahu merupakan makanan ternak untuk sapi, namun karena faktor ekonomi ahkirnya di budidaya kan menjadi makanan. Ampas tahu di beri ragi kemudian di bungkus menggunakan plastik kecil-kecil dan di biarkan selama semalam hingga tumbuh jamur tempe yang warnanya putih. Tekstur tempe gembus lebih lembut dan kenyal di bandingkan tempe yang berasal dari kedele. Dan karena dari ampas maka harganya pun sangat murah sekali.
Sate kere sendiri merupakan makanan khas dari Surakarta (Jateng). Mengapa di namakan sate kere, karena tempe tersebut dari tempe gembus yang identik dengan kelas menengah ke bawah. Untuk penyajiannya sendiri sama seperti dengan sate daging. Ada lontong dan sambal kacangnya. Jika daging tanpa proses pembumbuan, maka sebelum di semat di tusuk sate, tempe gembus harus di olah terlebih dahulu baru di semat kemudian di bakar. Di samping di buat sate kere, tempe gembus juga bisa di olah menjadi beberapa masakan. Antaranya di goreng dengan tepung atau di masak oseng-oseng cabai hijau.
Mengenai gizi, karena tempe tersebut berasal dari ampas tahu, tentu kadar gizinya pun sangat rendah.
Bila di bandingkan dengan tempe kedele komposisi asam amino tempe gembus sangat mirip, hanya saja pada tempe gembus tidak terdekteksi adanya prolin, cystein dan tryptphan. Namun dari hasil penelitian yang di peroleh bahwa dalam tempe gembus di duga terdapat lemak tak jenuh(PUFA), serat dan kalsium yang dapat memperngaruhi profil lipid dalam darah.
Dan di dalam tempe gembus juga terdapat asam lemak esensial yaitu asam linoleat(21.51%), asam lemak tak jenuh oleat (16.72%) dan linolenat (1.82%).jenis-jenis asam ini sama dengan kandungan pada tempe kedele, hanya kadar gizinya tidak bisa di samakan.
Berbeda dengan tempe bongkrek yang di tenggarai beracun, hingga pemerintah melarang untuk mengkomsumsinya. Tempe gembus pun akan menjadi sama beracunnya jika pengolahannya kurang bersih. Bahkan terkadang bisa berdampak alergi.
Cara pengolahan yang tidak sehat pada tempe gembus akan membuat bakteri pseudomonas cocovenenans berkembang biak. Karena bakteri tersebut biasanya tumbuh pada bahan-bahan parutan kelapa.
Nah, jika produksi kedele mengalami kembang kempis. Lalu bagaimana dengan nasib tempe gembus?. Jika kedele menjadi bahan langka dan mahal sama artinya tempe gembus pun akan menghilang dari pasaran.
Walaupun terkesan "kelas bawah" namun nasib nya sangat tergantung pada produksi tanaman kedele.
Sate kere merupakan salah satu makanan khas kota Surakarta. Bisa di artikan sebagai salah satu budaya masyarakat.
Haruskah budaya makanan unik tersebut menjadi tenggelam, hanya karena langka-nya mendapatkan kedele ?. Atau tempe gembus akan naik kasta seiring meroketnya harga kedele sebagai bahan dasar tempe dan tahu.