“Sayang,”
Serangkaian kata yang hanya mampu ku ucapkan dalam hati.
Ketika kaki jenjangmu melangkah teratur di depanku.
Kenapa, hanya dalam hati kuucapkan hal itu ?
Karena aku sayang kamu, namun aku tak ingin mengakuinya.
****
Mataku rabun, karena sudah tak bisa lagi membedakan hujan deras dan hanya sekedar rintik
Permintaan yang ku kira sederhana ternyata terlihat luar biasa bagimu
Lantang mengelegar bercampur amarah, kau hempas ucap pintaku tanpa ampun
Padahal, sebegitu rendah dan datar aku memohon
-
Pintaku, jadilah aku seperti aku menjadi kamu
Titik
-
Saat ini ,harusnya bukan terik ini yang muncul, namun sebuah bulir-bulir air berbentuk hujan
Di mana aku bisa melamun dan merupakan sosokmu sesuai mauku
Menjamu kisah kenangan beralaskan talam kerinduaan
-
Apa mau di kata, ketika hasrat berkalang legamnya ego
Semua nampak aku dan aku, tak ada kamu
Akhirnya sungai cerita kita, bermuara pada cabang kanan kiri
Kau memilih bagian sebelah kiri
Dan aku bagian sebelah kanan
-
Aku menyesali berada dikondisi yang disebut saat ini
Situasi yang menjejali otakku secara paksa, mengingat sungai cerita yang usai
Yang tak sengaja menemukannya dalam bentuk tetesan air
Mengumam sendiri, memanggilmu “Sayang”
Padahal kata ini adalah bincang yang kuhindari
-
Aku inginkanmu, tapi tak inginkan disisimu
Tak mungkin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H