Perempuan berkonde jawa
anggun bersolek di cermin hampir retak
gincu merah meriah nampak di bibirnya
yang tergambar separuh
Langgam jawa berdendang mendayu tipis
setipis polesan celak merk dari pasar
membingkai matanya yang sempurna
menyimpan kenangan abadi
tentang harga dirinya, yang terenggut
Selendang lurik coklat peninggalan simbok
duduk aduhai rupawan di pundaknya yang mungil
seumpama Shinta yang siap berperang
senyumnya tegar mengalahkan perpisahannya dengan sang Rama
Kembali perempuan berkonde jawa mematut diri
menatap wajahnya pada cermin retak
senyumnya tersungging...kosong
mengingat dirinya yang terhempas
sebab rahim bak pohon ara yang terkutuk
Lima sunduk mentul terpasang rapi
berjejer ceria di puncak kondenya
meliuk kanan dan kiri, riang bak perawan hendak kawin
melepas selaput tipis simbol kehormatan
Perempuan berkonde jawa melangkah tegap
langkahnya rupawan menuju kursi pelaminan
ketegarannya tergambar sempurna
“Aku perempuan , harus rela menerima madu suamiku”
ucapnya tangguh, menggertak airmata yang hendak luruh
Perempuan berkonde jawa
kini duduk, memberi restunya
Oil City, 09-01-15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H