Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Ketika Semuanya Menjadi Sengaja

24 Mei 2015   13:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:40 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_419730" align="aligncenter" width="580" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas Image)"][/caption]

Ada banyak mulut-mulut terngangga

Namun lidah mereka lekat erat menggantung di langitnya

Berdendang sana-sini, namun hanya gaung kosong berkumandang

Berbunyi nyaring tapi tak ubahnya seperti pepesan kosong

***

Betapa banyaknya gendang telinga bertebaran masih tergantung erat

Pada rongga yang bersebelah dengan otak

Mampu mendengar raungan pilu

Namun pikiran kotor menyumbatnya

Maka jadilah raungan pilu hanya dianggap dendang lagu berlalu

***

Ada berjuta sepasang mata anugrah Ilahi

yang kemampuan melihatnya masih berkali lipat dayanya

Disuguhi seonggok raga yang hanya terdiri dari tulang-tulang rapuh getas

Dengan ceruk mata yang begitu dalam,

menyimpan nestapa

Nelangsa karena terbuang dari kawanannya

Namun entah mengapa buta menghinggapi mereka, mata melihat namun nurani ditutup

***

Jerit tangis kanak-kanak riuh mencari puting ibunya

Para ibu memukuli dadanya meratapi putingnya,

yang tlah kering kerontang tak berair susu

Mulut kami sudah lupa memamah sesuatu,”

“Mulut kami sudah lupa menegak sesuatu,”

Kata mereka, dan tetap memberikan putingnya, berharap riuh kanak-kanak mereda

***

Lalu,

Ketika mulut sudah sengaja membungkam ucapan belasungkawanya

Ketika telinga sudah sengaja dibuat lalai pada sebuah kabar duka

Ketika mata sudah sengaja mengabaikan sebuah penindasan

Apakah masih pantas mahluk ciptaan Tuhan yang bernama manusia, disebut manusia?

***

Oil City, 24 May 15

14323710171473587517
14323710171473587517

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun