Ah sial, mengapa masih saja ku ingat rasa dari seonggok hati itu?
Sebentuk rupa yang akan mengeras bila Aku menyentuhnya tanpa ampun.
Detik ini, Aku hanya bisa meronta dan menjerit, saat bayanganmu dan seonggok hati sialan milikmu itu, melintas di membran otakku.
Bukannya Aku harus belajar merelakan ?
Melepaskan setiap ikatan rasa yang dia ciptakan.
Entah ya..Aku tak tahu..apakah bayangan tentangmu yang hadir tanpa etika, muncul karena aku merindukanmu, ? atau hanya karena sebuah asa berbalut hasrat kotor.?
Atau mungkin, ketika tentang mu datang di antara puing-puing hatiku yang retak,karena Aku sedang merasa sepi.
Merasa kedinginan karena konspirasi air dan udara.
Hati yang ku punya ini adalah seonggok daging, sama seperti milikmu.
Yang membedakan adalah hatiku tidak pernah bisa sekeras milikmu, hingga dengan leluasa Kau bebas menari-nari liar di atasnya. Dan Aku hanya bisa pasrah. Menikmati setiap tarianmu yang mirip penjagal.
Milikmu. Terlalu keras bagiku. Bahkan ku sayat dengan sembilu pun masih nampak gagah dan kokoh.
Aku hanya menjadi kamu, tanpa Kamu ingin Aku.
Kau hanyalah rasa yang bisa kucumbu, tanpa bisa kumiliki.
Kau semu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H