Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cersama) Janji Ayah di Sepotong Nagasari

13 Agustus 2012   06:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13448398681516904741

1345009294129089720
1345009294129089720
Di depan rumahku ada beberapa batang pohon pisang, kata orang sich pisang ambon. Entah dapat ide darimana jika wujud secantik itu di namakan pisang ambon. Padahal bagiku lebih cocok di namakan pisang cantik. Dengan warna hijau mulus, rasanya absurb sekali jika di namakan pisang ambon. Pohon pisang ini di tanam oleh ayahku. Sepuluh tahun yang lalu. Dan aku sangat menyayanginya. Tadi subuh seusai shalat, seperti biasa sudah menjadi tugasku untuk menyapu halaman, termasuk area sekitar pisang ambon itu. Antara sadar dan tidak sadar, aku seperti melihat sesosok bayangan duduk di bawah rimbunnya beberapa pohon pisang. Bicara tentang diriku, aku adalah sosok yang memiliki kadar parno sangat akut, bahkan tidak jarang aku seringkali ketakutan melihat bayanganku sendiri. Namun pagi itu, aku mendadak menjadi sosok yang luar biasa gagah dan pemberani. -aku pikir bulan suci hantu ga bakal berani nonggol- Dengan sedikit membungkuk dan mengendap-endap, aku mendekati sosok itu. Penasaran. Di waktu yang subuh buta seperti ini, kok sudah ada yang nangkring. Di rimbunnya pohon pisang pula. " Permisi." Tanyaku dengan takut-takut. " Siapa ya.? Kok duduk di sini, nanti ada ulet ama kalajengking loochh.." urai ku Sudah dua pertanyaan ku ajukan, namun belum juga ku dapat jawaban. " Eheemmm....permisi..siapa ya. Maaf ini halaman rumah saya." Aku berdehem agak keras berharap ada jawaban yang ku inginkan. Tapi, tiba-tiba saja sosok yang terlihat seperti seorang laki-laki itu berlari. Dia pergi. " Heyyyy...tungggguu..." aku berteriak. Suasana pagi yang masih sangat dini, membuat teriakan ku terdengar seperti bom. Tergopoh-gopoh ibu keluar. " Aya..aya naon..kok teriak-teriak, masih pagi ini teh, berisik." " Ehh..Aya mah bukan teriak tanpa sebab atuh, tadi ada kayak laki-laki, ngendon di situ," telunjukku lurus menunjuk rimbunnya pohon pisang. " Astagfirullah." Mata ibu menjadi terbelalak dengan binar-binar kecemasan yang tanpa permisi datang bergerombol. Sejurus kemudian, mata Aya dan ibu saling menatap. ### Seminggu berlalu. Di dapur nampak ibu tengah sibuk memasukan potongan nagasari dalam plastik berwarna hitam. " Aya, nanti sore tolong bantu ibu ya, antar makanan ini ke surau. Hari ini giliran ibu membuat tajil." " Aya sedang datang bulan bu, baru saja." Jawab Aya tanpa memalingkan wajahnya dari televisi. " Terus..?????." " Yaaah (melengus)..ibu aja yang antar." Masih fokus pada televisi. Sang ibu mengambil lap, menyeka kedua tangannya, dan menghampiri putrinya. " Aya, ibu minta tolong antar itu, maksudnya antar dengan motor." tiba-tiba ibu sudah berdiri di depan Aya, dan langsung mengambil remote Tv. " Terus, kalo di ajak bicara orang tua, jangan bersikap begini. " " Hehehee.." Aya cukup senyum senyum menanggapi protes dari ibu nya. Ibu menatap sejenak, dan membalik badan kembali pada meja makan itu, tanganya memulai kembali akivitas menata potongan nagasari. " Aya, tadi waktu ambil daun pisang. Sepertinya banyak sampah bertumpuk. Aya ga pernah sapuin lagi ya.?" Aya menoleh, dan bibirnya nampak sedikit maju. Tepatnya manyun. " Bu, kenapa sich, halaman kita ga di bikin pagar saja. Aya takut, dan merasa aneh dengan sosok laki-laki itu." " Sosok yang kita temui seminggu yang lalu. Ibu masih ingat kan.? " " Coba kalau di pagarin, kan orang asing tidak bakalan masuk." Aya bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju ibunya. Kali ini diapun sibuk ikut menata potongan nagasari itu sebagai menu tajil di surau. " Andai ayah masih ada ya bu, pastinya ayah akan membuat pagar itu. Sehingga kita tidak usah khawatir dengan kondisi seperti kemarin." Keduanya diam. Di meja makan sederhana itu, ibu dan anak mempunyai kesibukan yang sama, yaitu menata potongan-potongan nagasari. Yang membedakan adalah tatapan mata mereka saat menatap setiap potongan nagasari yang mulai tersusun memenuhi plastik besar berwarna hitam. ### 10 Tahun yang lalu. " Ayahhhhhhhh...kok lama sekali yaaa buka puasanya." nampak seorang gadis kecil berusia 6 tahun, dengan rambut kepang dua. Pipinya terlihat sangat montok dengan warna ranum yang menggoda. Siapapun pasti ingin mendaratkan sebuah cubitan gemas. " Sabar dong, bentar lagi kok...3 jam lagi." Rayu sang ayah dengan mengilustrasikan ke-tiga jari nya. " Tapi Aya laparrr..Kan puasanya udah tadi pagi. Sekarang siang, waktunya makan." Wajah nya begitu mengemaskan dengan ekspresi manja merajuk. " Sinii." Sang ayah merengkuhnya, dan mendudukannya di paha. Dengan lemah lembut di belainya rambut kepang putrinya. " Aya cantik. Sabar ya nak. Ayah juga lapar, tapi sekarang belum waktunya untuk makan. " " Lebih baik, bantu ayah, menanam pohon pisang. Di samping rumah. Aya bantuin ambilkan air dalam ember kecil. Mau?." Gadis kecil itu hanya merengut, tanpa mengiyakan atau menolaknya. Tanganya tertangkup di dadanya. Dengan wajah di tekuk sedekat mungkin. " Ayooo donnngg, cenyyuuummmmm...puasa ga boleh malah-malah, apalagi cembeyut.." ayah merayu putrinya dengan logat di buat cadel. " Terus kalo Aya bantu ayah, nanti bisa makan ya.? " wajah menggemaskan itu menengadah, matanya menatap wajah sang ayah. Kali ini aura keceriaan mulai terpendar. " Iya sayang, pasti...Aya boleh makan, jika kumandang adzan sudah terdengar." " Tau ga, hari ini ibu bikin tajil apa.?" " Hayooo tebak...kalo benar, nanti ayah tambahin dech porsi maemnya." " Sungguh.?" Wajah Aya makin berbinar. Tiba-tiba gadis kecil itu langsung melompat, dan berlari menuju dapur. Sementara sang ayah, memandangi tubuh mungilnya hingga menghilang. Tersenyum. " Kau sungguh cantik, putriku. Seperti ibumu." ### " Ayyyyyyyaaahhh...ibu masak nagasari. Ayyyaaahhhhh..ayah di mana." " Ayaahhh di mana?." Suara nya terdengar kalut tak mendapati sang ayah di tempat semula. Duuuggg. Kaki mungil sang gadis terbentur sesuatu. " Ayyaahhh..ayah kok bobo di lantai. Ayah..ayah...ibu masak nagasari sebagai tajil kita sore ini. Besar-besar bentuknya. " " Ayah, kok bobo terus. Bangun ayah..bangun. katanya kita akan menanam pohon. Ayah..ayah." tangan kecil itu menguncang-guncang tubuh sang ayah. Dan tubuh itu tak bergerak. Sedikitpun. " Ayahhh..." ### Nagasari. Sebuah penganan tradisional. Sangat simple. Namun cerita yang di miliki Aya tidak sesimple itu. Janji menanam pohon pisang bersama, janji makan tajil dengan porsi besar, menjadi rumit ketika di dapati sang ayah tertidur di lantai. Aya kecil terisak-isak di samping tubuh sang ayah, menguncang-nguncangnya agar segera terbangun. Dan berbagi sepotong nagasari ketika berbuka. Janji yang tak sempat terpenuhi itu, masih menoreh sedikit tanya di hatinya hingga sekarang. " Mengapa, ayah harus menyuruhku mencari tau, Tajil apa yang ibu buat hari itu.?" #Cersama adalah kependekan dari Cerita Bersama, adalah even yang dibuat oleh kami berlima yaitu Novi Octora, Inin Nastain, vianna moenar, Rieya MissRochma dan Elhida

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun