Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Biarkan yang Lusuh dan Kumal Itu Menjadi Milik Seorang Anak

1 November 2012   07:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernah melihat seorang anak yang begitu asik bermain dengan sebuah boneka, namun boneka nya nampak tidak sempurna, dalam arti boneka tersebut sudah robek disana sini, tangannya pun mungkin sudah putus. Atau ,mungkin pernah menemukan seorang anak yang begitu tergila-gila pada bantal semasa bayinya, sehingga hingga diusia balita, ketika akan tidur harus memeluk atau memegang bantal tersebut.

Itulah seorang anak, seorang insan mungil yang didalam otaknya bisa menciptakan berbagai macam imajinasi sekendak hati tanpa bisa kita cerna isinya.

Saya sangat yakin bahwa apa yang saya tanyakan diatas pasti rekan pembaca sudah kerap menjumpainya.

Hal seperti ini bila di pikir secara normatif tentunya terlihat janggal dan aneh.Tapi jika kita mau merunut diri kembali pada masa kecil, maka sebenarnya kita pun mungkin melakukan hal yang sama, hanya saja mungkin dalam bentuk yang berbeda.

Namun tidak jarang, sebagai orang dewasa, atau orang tua, secara tidak sengaja sudah menghancurkan imajinasi-imajinasi yang sedang mereka akrabi.

Ketika melihat seorang anak perempuan yang asik bermain dengan boneka kumalnya, ibu manapun pasti tergerak untuk membelikannya boneka baru, dan segera menyingkirkan boneka lama tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu pada sianak. Karena dikira, setelah mendapat yang baru, maka boneka lama pasti tidak akan digunakan lagi.

Tapi jangan salah, sikap-sikap mencintai seperti ini, sebenarnya menurut saya secara tidak langsung sudah merampas dunia imajinasi yang sudah mereka ciptakan sendiri. Dunia kanak-kanak yang mereka rangkai seperti sebuah susunan puzzle, nampak rumit namun indah.

Suatu ketika, saya pernah bertanya pada mama, semasa saya balita, adakah benda-benda yang begitu lekat, sehingga dalam suatu kondisi benda tersebut harus tetap bersama saya.

Menurut mama saya “ Ada “, semasa kecil, saya harus tidur dengan memegang celemek bayi, celemek berwarna merah dengan gambar bobo yang sedang meniup terompet.Saya akan menjadi sulit tidur dan terus menerus merengek bila tidak tidur dengan memegang celemek tersebut. Padahal menurut mama, celemek itu begitu buruk, dalam arti sudah kusam dan warnanya pun sudah sangat pudar. Dan yang lebih uniknya lagi, menurut cerita mama saya, celemek tersebut tidak boleh dicuci. Karena kalau dicuci maka saya akan menumpahkan susu ke celemek tersebut.

Setelah mendengar cerita masa kecil saya dengan benda yang begitu melekat, saya berpikir “ Kok bisa ya begitu…padahal kan itu celemek bau apek sekali, kenapa ketika itu saya begitu tergila gila memegangnya.”

Kondisi seperti ini bukannya dibiarkan saja oleh mama, beliau juga kerap memisahkan saya dengan celemek bergambar bobo tersebut, sekali dua kali mama berhasil menjadi ratu tega karena membiarkan saya menangis terisak isak, seolah kehilangan dunia yang sudah saya bangun. Dunia yang saya ciptakan sendiri, dengan saya sebagai penduduk dunia tersebut. Akhirnya mama hanya membiarkan saja kebiasaan tersebut, dan seiring usia, secara perlahan saya mulai bisa lepas dari kecanduan celemek bergambar bobo tersebut. Dunia milik saya yang terlahir dari celemek itu, lambat laun mulai tenggelam, seiring bertambahnya usia dan pengaruh lingkungan disekitarnya.

Beberapa hari yang lalu, saya terlibat komunikasi dengan salah seorangkompasioner juga, yaitu Revangga Dewa Putra, dan entah dari mana mulanya, tiba-tiba kami berdiskusi secara serius mengenai dunia anak-anak balita.

Bahkan Revangga juga mengutip sebuah bait puisi Khalil Gibran yang bunyinya berikut

“ Anakmu bukanlah anakmu.

Mereka adalah putra-putri kehidupan yang rindu dirinya sendiri.

Mereka lahir melalui engkau tapi bukan dari engkau,

Dan meskipun mereka bersamamu, namun mereka bukanlah milikmu.”

Saya menjadi sangat tergelitik oleh ungkapan yang diberikan olehnya. Lebih-lebih Revangga juga memberi beberapa argument tentang menyikapi dunia anak. Dan Revangga juga membuat sebuah perumpamaan bahwa seorang anak itu ibarat anak panah, sementara orang tua dan lingkungan sebagai busurnya. Ketepatan dan keakuratan bidikan sangat dipengaruhi dari seberapa kuat busur membentangkan talinya. Disamping itu kejelian dalam membaca kondisi sekitar juga sangat diperlukan. Karena walaupun busur sudah terbentang dengan kuat, namun tidak jeli membaca arahangin, maka hal tersebut akan menjadi sia-sia, alhasil anak panah akan melenceng dari papan sasaran.

Saya merasa setuju dengan analogi yang diberikan oleh Revangga. Dan menurut saya, kita memang tidak pernah tahu dan tidak pernah bisa mengatur akan menjadi apa kelak anak-anak itu. Karena mereka terlahir dengan membawa imajinasinya masing-masing, dan imajinasi itu hanyalah mereka sendiri yang tahu. Orang dewasa dan orang tua serta lingkungan hanya mengarahkan saja, tanpa perlu ikutcampur dalam dunia pilihan mereka. Maksud ikut campur disini adalah melakukan sikap-sikap yang didasari obsesi orang dewasa.

Memang benar, orang tua manapun selalu menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang dengan menonjol, mempunyai beragam prestasi dan tentunya mempunyai masa depan yang jelas yang kadang ditenggarai dengan jenjang pendidikan yang dipilih, seperti memaksa anak menjadi dokter, insinyur atau teknisi.

Tetapi apakah sikap yang didasari obsesi manusia dewasa atau orang tua adalah sikap yang membuat seorang anak merasa nyaman?.

Seorang Khalil Gibran memberigambaran bahwa anakmu bukanlah anakmu, dan sebuah analogi dari Revangga bahwa orang tua merupakan busur tempat anak panah meluncur. Jadi menurut saya, pada dasarnya hal-hal yang bisa dilakukan oleh orang dewasa dan orang tua hanyalah memberi tumpuan yang kuat pada si anak. Membekalinya dengan beragam cara yang positif agar kelak nilai-nilai pondasi yang positif tersebut secara tidak langsung akan mengarahkan si anak pada pilihan yang postif pula. Semisal ketika kita, orang tua, menginginkan seorang anak menjadi seorang tenaga medis, maka mulailah dari sekarang menanamkan rasa belas kasih dan empati pada sesama, contohnya mengajari sikap untuk mau berbagi sesuatu dengan teman sebaya, misalnya berbagi kue.

Hal yang selama ini luput dari pengamatan adalah terkadang sebagai orang tua, kita kerap kali menyepelekan hal-hal yang nampak biasa, seperti mengucapkan terima kasih ketika seorang anak membantu mengambilkan sapu atau menggunakan kata “tolong’ ketika menyuruh seorang anak mengambil air minum.

Saya mencintai anak-anak dan sangat senang berada bersama mereka. Berbaur dan mengikuti jenis permainan mereka merupakan keberuntungan bagi saya. Karena merasa hidup di dunia yang polos dan tulus, dunia yang hanya berisi canda dan tawa tanpa egoisme dan obsesi berlebihan. Bagi mereka yang berlaku adalah tertawa ketika bermain dan menangis ketika harus memakan sayur.

Anak-anak sebenarnya mahluk paling rapuh, hanya sikap-sikap bijak yang bisa menyelamatkan mereka dan masa depannya.

Membiarkannya tetap hidup didunia ciptaannya sendiri mungkin nampak aneh, dan buruk bagi sebagian orang , tapi pernahkah terpikir bahwa dengan membiarkan mereka hidup didalam imajinasinya sama halnya dengan membiarkan mereka memilih dan menentukan kelak mereka akan menjadi apa. Tentunya hal-hal tersebut dibawah pengawasan dan pengamatan kita, selaku orang dewasa, yang berperan sebagai orang tua serta lingkungan sekitarnya.

Salam hangat.



--------

Note ; mengapa saya sisipkan kata Orang Dewasa, karena masa sekarang banyak Pria atau Wanita yang memposisikan dirinya sebagai orang tua, walaupun belum menikah dan mempunyai anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun