[caption caption="Memotong daging sebagai keperluan hajat. Doc Pribadi Inem"][/caption]Walau pada dasarnya manusia dilahirkan seorang diri, namun demikian dalam menjalani kehidupan sehari-harinya manusia selalu membutuhkan bantuan dari orang lain.
Pada awal manusia dilahirkan, lingkungan yang dikenalnya tentulah lingkungan keluarga, setelah itu berkembang ke lingkungan sekitar keluarga. Yang di maksud dengan lingkungan sekitar keluarga bisa di artikan dengan lingkup masyarakat terkecil sampai lingkup masyarakat terluas. Seperti lingkup sekolah dan perkantoran. Nah dari pergaulan ruang lingkup tersebut akhirnya manusia mengenal berbagai macam pengalaman, kebiasaan, tradisi dan budaya. Dari hal-hal tersebut maka makin disadari bahwa manusia adalah mahluk yang tidak mungkin hidup atau berdiri sendiri. Ketika manusia makin menyadari hal ini maka fungsi tradisi, adat maupun budaya dijadikan alat sebagai upaya pemeliharaan kerukunan atau sarana mengembangkan sikap saling membantu, bahu membahu menolong antar/inter manusia.
Adalah rewang salah satu kearifan lokal yang masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat. Tradisi rewang merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Secara bahasa solidaritas sosial bisa diartikan sebagai kebersamaan, kekompakan, kesetiawanan, empati, simpati, tenggang hati dan tenggang rasa (Depdiknas, 2009: 551). Aktivitas yang merujuk pada pelaksanaan sebuah hajat atau suatu acara. Semisal hajatan nikah, sunatan, selamatan rumah baru.
Tradisi rewang sebenarnya merupakan suatu kegiatan mengumpulkan orang-orang atau warga masyarakat yang diundang oleh tuan rumah (pemilik hajat). Bagi masyarakat yang akan melaksanakan sebuah hajat, tradisi rewang merupakan suatu kegiatan yang dianggap penting, karena bisa menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang dianggap “berat dan rumit”.
Aktivitas rewang sangat menuntut partisipasi penuh dari masyarakat, karena tanpa partisipasi masyarakat, tradisi ini tidak mungkin untuk dilaksanakan. Karena setiap anggota rewang biasanya menunjukan partisipasi yang aktif, dan kalaupun mereka tidak bisa mengikutinya – karena ada hal yang penting – biasanya orang tersebut akan memberitahukan kepada si pemilik hajat. Namun partisipasi dalam bentuk lain, semisal ; beras, minyak, telur, tetap dilakukan. Artinya dalam keadaan dan kondisi apapun, masyarakat yang diundang rewang sangat jelas menunjukan partisipasinya. Walaupun rewang bisa di kategorikan sebagai bentuk gotong royong, bukan berarti setiap bantuan yang diterima si pemilik hajat tidak di catat. Sebab saat rewang biasanya ada seseorang yang mendapat tugas mencatat setiap partisipasi anggota rewang, yang kemudian catatan tersebut diserahkan kepada pemilik hajat. Dan dijadikan acuan sebagai sumbangan balasan, tentunya disesuaikan dengan kisaran atan minimal yang sudah di terima.
Pelaksanaan rewang sendiri biasanya dimulai beberapa hari sebelum acara hajatan berlangsung, mereka melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan acara agar berjalan dengan sukses dan sesuai harapan.
Karena tradisi rewang sudah menjadi budaya turun temurun di kalangan masyarakat membuat setiap anggota rewang sudah mengerti akan tugasnya masing-masing dan mereka akan senantiasa saling membantu apabila ada bagian dari pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang lebih banyak.
Kewajiban anggota rewang tidak hanya sebatas persiapan dan pelaksanaannya saja, tetapi juga sampai acara hajatannya selesai. Jadi hal ini mengandung arti, bahwa tradisi rewang sangat berfungsi dalam suksesnya sebuah acara hajatan yang diadakan.
Walaupun usaha jasa catering atau event organiser menjamur di mana-mana, namun sebagian masyarakat masih tetap mempertahankan tradisi rewang. Golongan masyarakat seperti ini tentu patut di acungi jempol. Terlepas mereka memahami keuntungan atau kekurangan rewang, namun secara fungsional tradisi rewang memainkan peranan penting dalam mempertahankan nilai-nilai sosial budaya. Rewang tidak bisa hanya dipandang sebagai pranata yang bisa mengatasi dan meyelesaikan pekerjaan “besar dan berat” dalam sebuah pelaksanaan hajatan, akan tetapi tradisi rewang juga mampu menggerakan sekumpulan masyarakat/warga untuk berbuat dan bertindak sesuai nilai-nilai norma sosial di masyarakat.
Tradisi rewang dianggap mampu untuk meretas lintas batas etnis, stratifikasi sosial dan status sosial yang ada di tengah masyarakat. Dengan demikian tradisi rewang bisa dikatakan tradisi yang bersifat egaliter dan kosmopolit. Tradisi ini tidak memunculkan siapa yang dieksploitasi atau mengeksploitasi, karena yang ada hanyalah mencapai tujuan bersama secara bersama-sama.
Selain memiliki sifat egaliter dan kosmopolit, tradisi rewang dianggap memiliki nilai-nilai sosial yang sangat nyata. Dimana masyarakat merasakan suatu kondisi yang bernama senasib dan sepenanggungan, sehingga dalam diri masing-masing pe-rewang muncul sikap semangat saling tolong menolong dan bahu membahu.
Dan sesungguhnya dari sebuah tradisi rewang, ada budi pekerti yang bisa di petik, yaitu bahwa segala sesuatu tidak hanya melulu dilihat dan dinilai secara materi.